Peraih PAB XIII 2015 untuk Negeri, Kaharuddin Djenod

Kapal Selam Lokomotif Kemajuan Industri RI

Penghargaan Achmad Bakrie (PAB) XIII 2015
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id - Menyandang sebagai negara maritim terbesar di dunia, Indonesia memiliki tantangan berat. Dengan pasar yang besar diperlukan angkutan laut yang menghubungkan serta menyuplai kebutuhan primer dan sekunder ke seluruh wilayah Nusantara.

Problemnya jumlah angkutan laut yang ada saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut, dan menempatkan Indonesia sebagai negara maritim besar yang mandiri.

Belum lagi, jumlah angkutan laut yang berlayar di perairan Indonesia sebagian besar merupakan angkutan laut buatan luar negeri. Belum terlihat ada kemandirian dalam visi negara maritim.

Untuk mencapai negara maritim yang mandiri dan memenuhi kebutuhan dalam negeri, industri angkatan laut atau galangan kapal harus menjadi prioritas pemerintah. Industri kapal tidak saja harus mampu memproduksi kapal, tapi kapal buatan anak bangsa harus bersaing dengan kapal produk luar negeri.

Kemampuan anak bangsa untuk membuat kapal secara mandiri sudah tidak ada masalah, hanya saja dukungan ekosistem industri angkutan laut atau galangan kapal dalam negeri masih sangat minim.

Misalnya saja, pemerintah masih belum memberikan insentif untuk impor material bagi bahan pembuat kapal. Sementara itu, untuk membuat kapal di dalam negeri, sebagian besar komponen atau material harus impor.

Salah satu pakar perkapalan Indonesia, Kaharuddin Djenod Daeng Manyambeang memprihatinkan kondisi ini. Ia berharap pemerintah mulai menyadari ketertinggalan Indonesia dalam membangun poros maritim, yang saat ini menjadi program besar pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Ini Alasan Tohari Pilih Menulis Kisah Kaum Papa



Secara lebih detail, Kaharuddin menantang pemerintah untuk benar-benar menjadikan industri angkutan laut atau galangan kapal menjadi industri prioritas bagi pemerintah. Sebab, industri angkutan laut akan memacu dan memberi dampak ganda pada industri lainnya.

Peraih Penghargaan Achmad Bakrie (PAB) XIII 2015 untuk Negeri itu bahkan menantang pemerintah agar mau membuat kapal selam secara mandiri. Tujuannya, meningkatkan kewibawaan dan harga diri sebagai bangsa maritim.

Jika bisa membuat kapal selam, Indonesia sudah memegang kemandirian industri apa pun. Kapal selam adalah lokomotif kemajuan bangsa.  

Berikut wawacara VIVA.co.id dengan perintis perusahaan desain kapal pertama di Indonesia itu:

Anda menyoroti industri angkutan laut Indonesia. Bagaimana sebenarnya kondisi industri angkutan laut saat ini?

Dibandingkan tahun 2005, industri kapal kita sudah ada peningkatan. Berbeda dengan sebelumnya, sudah ada kenaikan signifikan dari sisi pemilik galangan kapalnya. Dari 200-an galangan kapal yang ada ini, dari satu sisi kebutuhan galangan kapal untuk prepare dan maintenance sangat tinggi. Sementara, order penuh. Pembangunan kapal baru ini yang banyak dialami. Nggak sampai belasan dari 200-an galangan kapal tersebut.

Kendalanya?

Sampai saat ini, untuk bersaing dengan kapal luar negeri, kendalanya tidak ada perlindungan dalam negeri terkait kebijakan pajak. Ini sudah umum dan sering kami suarakan sampai sekarang belum ada solusi. Akhirnya, perusahaan pelayaran lebih pilih beli kapal dari luar negeri, karena bebas bea masuk dan pajak, dibanding bangun kapal baru dalam negeri.

Sastrawan Ahmad Tohari Sindir Ketua DPR

Beli material baja kena pajak, kena bea masuk. Akhirnya, harga kapal 15 persen lebih mahal dari kapal luar, itu komponen saja lho. Kalau kapal jadi, itu bebas pajak dan bea masuk.

Bagaimana agar kemampuan industri kapal Indonesia bisa selevel dengan di luar negeri?

Dari sisi infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) kita tidak kalah untuk hasilkan produk kapal, baik itu dari sisi teknologinya, efektivitasnya. Itu bahkan bisa lebih baik, mampu bikin kapal jadi lebih baik. Hanya kesempatan menuju ke sana, mencoba untuk meraba-raba keluar dari permasalahan ini.

Galangan kapal di Indonesia yang sudah bikin kapal sendiri berapa banyak?

Kapal produk Indonesia sudah banyak. Kebanyakan dari proyek pemerintah, owner-nya pemerintah, baik itu Kementerian Perhubungan, Pertahanan. Itu sudah cukup banyak. Tapi, pesanan swasta sangat kecil di dalam negeri.

Kapal biasa sudah ada, seperti kapal PAL Star 50, PAL carrier 50 ribu ton, tanker 30 ribu ton sudah dibuat di PT PAL. Kapal lain juga, terutama kapal generik, yang saya sebut ya, kapal tongkang, kapal angkut, ada galangan yang bikin buat pesanan dari dalam negeri.

Tapi, meskipun ada, jumlahnya baru puluhan dalam satu tahun. Kalau dibandingkan dengan potensi pasar Indonesia, itu tidak ada apa-apanya persentasenya. Sementara dari sisi pemerintah, kebanyakan kapal khusus, kapal SAR, pertahanan, dan riset.

Secara ekosistem, bagaimana kondisi industri galangan kapal Indonesia?

Secara ekosistem yang belum lengkap industri spare part, industri pendukung seperti mesin utamanya, genset, gearbox, hampir semua tidak ada yang di dalam negeri, impor semua. Kurang lebih, kalau bangun kapal di Indonesia itu 20-30 persen yang bisa dipenuhi dari material dalam negeri, selebihnya itu impor. Bisa dibayangkan impor dengan kena pajak, sedangkan persentase pajak barang impor besar.

Lantas, soal komponen dalam negeri, apa saja yang Indonesia miliki?

Baja, aluminium malah belum, itu pun masih dari luar. Produk aluminium untuk kapal berbeda dengan aluminium biasa. Baja sebagian masih impor, meski jumlahnya kecil. Notabene yang bisa dipasok untuk spare part tidak signifikan, gampangnya, furniturnya, tempat tidurnya yang bisa dipasok dari dalam negeri, itu pun dari sisi value added tidak terlalu banyak.

Meskipun kita sudah ada industri pendukung seperti industri radar sudah berkembang, alutsista juga sudah mulai merintis. Tapi, itu masih rintisan, ya tahap rintisan dari sisi jumlah belum signifikan, belum banyak. Yang patut dihargai, sudah mulai munculnya rintisan anak bangsa membangun produk untuk kemandirian.

Ilmuwan Berdedikasi Ini Terima Penghargaan Achmad Bakrie

Penghargaan Achmad Bakrie (PAB) XIII 2015

Apa teknologi terbaik di dalam negeri yang dipakai untuk bersaing dengan kapal asing?

Kemampuan galangan kapal perlu ditingkatkan, terutama untuk mendesain.
Selama ini, galangan kapal kita yang bisa desain itu hanya PT PAL. Selebihnya, galangan kapal BUMN lainnya hanya bagian dari desain, selebihnya mereka tidak bisa. Kalau ingin bisa bersaing, minimal bangun kekuatan desain.

Dengan ini, maka seterusnya bisa bangun metode manufacturing, efisiensi, sehingga optimal. Ini setelah kemampuan kuat di desain. Selebihnya pembangunan SDM. Desain kita belum mateng. Cukup berat harus bersaing dengan luar negeri.

Dengan kondisi industri galangan kapal seperti itu, lantas kemampuan apa yang bisa ditingkatkan?

Idealnya, untuk jalankan, saat ini pemerintah itu jadi arranger semuanya, tanpa itu nonsense. Kalau diharapkan galangan kapal bisa bersaing, harus punya kemampuan desain, itu butuh investasi besar. Harus ciptakan SDM untuk menunjang kemampuan desain dan siapa yang bisa bangun galangan kapal? Ini berat.

Jadi, akhirnya fungsi pemerintah untuk atur itu hal yang mutlak, agar lebih bersaing dengan luar negeri. Bersaing di dalam negeri saja kita berat, karena tidak ada perlindungan dari pemerintah dan industri maritim. Nah, akhirnya soal galangan kapal, karena skalanya ratusan hingga ribuan kali industri lain, anggap saja dari industri elektronik dan otomotif, sehingga bicara ini tidak lepas dari pemerintah.

Apa kontribusi pemerintah sejauh ini?

Parsial, terlalu parsial, termasuk pajak yang paling dasar itu tadi. Tak ada kebijakan pajak yang menguntungkan. Fungsi pemerintah sebagai pengatur lalu lintas ekonomi dalam negeri tidak ada. Kalau ada potensi pasar, perlu kekuatan besar, kebutuhan kapal besar karena kita negara maritim. Kalau itu bisa diatur pemerintah dengan perbankan, kalau secara aktif atur semuanya, cukup pasar dalam negeri bisa hidupkan 200 galangan kapal.

Terus apa yang diharapkan?

Pertama adalah kebijakan memberikan bebas pajak dan bea masuk barang yang punya multiplier effect seperti galangan kapal. Tempatkan industri maritim sebagai industri yang proritas, agar jauh lebih menggiatkan industri maritim.

Pemerintahan Presiden Jokowi punya visi jadi poros maritim dunia. Apa kontribusi industri galangan kapal?

Pertama, perlu diperjelas visi poros maritim dunia itu bukan hanya sebagai user. Itu yang perlu diperbaiki. Kalau sebagai user, cukup beli kapal dan bangun pelabuhan yang banyak. Tapi, poros maritim dunia itu adalah seberapa besar kita bisa penuhi kebutuhan dalam negeri. Jadi, bukan hanya user, kita mandiri dan berdaulat dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri. Perlu ada perubahan mindset dari pemerintah.

Dalam satu tahun ini, lebih banyak bangun infrastruktur, banyakin pelabuhan, dan pemenuhan kapal saja. Mudah-mudahan nanti ada kebijakan, saat ini belum ada kebijakan yang menopang industri maritim untuk penuhi kebutuhan dalam negeri.

Apakah pemerintah sudah berdialog dengan pelaku industri galangan kapal?

Sudah. Akademisi dan pelaku galangan kapal sudah bertemu dengan menko kemaritiman yang lama. Cuma, ya, sekali lagi sudah sampaikan aspirasi, menko kemaritiman lama sudah mulai paham, tapi kini balik lagi, mulai dari nol. (Karena ada reshuffle kabinet). Menko kemaritiman lama cukup intens dan aktif dengan asosiasi serta perkumpulan intelektual maritim untuk menggambar petanya, dan bagaimana merumuskan roadmap bangun poros maritim.

Menko kemaritiman paling tidak sudah kumpulkan permasalahan yang ada. Kenapa industri maritim belum banyak berbicara, dan responsnya waktu itu positif dan memang butuh waktu. Mudah-mudahan pergantian menko tidak serta merta harus hapus yang sudah dibicarakan sebelumnya.

Dalam sambutan saat meraih Penghargaan Achmad Bakrie XIII 2015 untuk Negeri, Anda menantang pemerintah bangun kapal selam 30 meter. Apa urgensinya bagi Indonesia?

Hehehe...kalau disebut menantang, ya memang nggak apa-apalah, memang sedikit ingin push pemerintah. Hampir seluruh negara maju, seperti Amerika Serikat, kemajuan teknologi bidang tertentu dimulai dari kemajuan bidang alutsista. Ini, jadi lokomotif industri lain, ini hal wajar dan Jepang, Eropa jadi lokomotif.

Kedua, dalam alutsista sendiri, kalau kita lihat banyaknya jenis alutsista, yang jadi simbol kekuatan militer suatu negara adalah kapal selam, kapal induk, dan pesawat tempur. Tiga ini yang jadi tolok ukur. Secara jumlah elemen, yang harus didesain, kapal selam itu yang tertinggi.

Tingkat kesulitannya tertinggi dari semua alutsista, sehingga itu jadi simbol. Jika suatu negara mampu bangun kapal selam, negara itu bisa bangun industri lain, jangan dianggap remeh. Kapal selam itu simbol. Masing-masing negara akan pikirkan itu.

Penghargaan Achmad Bakrie (PAB) XIII 2015

Selain itu?

Ketiga, yang dilihat, ditakuti dari negara lain itu, bukan seberapa banyak kita beli dan apa tipe alutsistanya. Tapi, yang jadikan negara lain hormati kita adalah kemampuan buat alutsista sendiri. Kita punya sekian kapal selam, pesawat tempur, dan kapal induk, tapi kalau itu semua beli, itu hanya bisa takuti negara tetangga saja, seperti Malaysia dan mereka juga beli.

Australia, mereka sama-sama beli ke AS juga dengan F16. Tapi, mereka tahu kuncinya alutsista itu, wong kita beli dari mereka. Itu artinya, bagaimana kita bangun alutsista sendiri itu bisa naikkan harga diri dan kewibawaan negara. Bukan sekadar bangun kapal selam.

Keempat, karena kesulitan tinggi dan melibatkan bidang keahlian tertentu dalam bangun kapal selam, itu otomatis tingkatkan kemampuan galangan kapal dan kapal lainnya. Kalau kapal selam mampu secara desain, kita akan mampu bikin kapal tanker dan lainnya. Ini multiplier effect ke industri lainnya. Ada semua efeknya dengan galangan kapal dan dampak ke industri lainnya.

Negara mana saja yang sudah memiliki kemampuan seperti itu?

Jepang itu harus kita contoh. Dia beli kapal selam dari Belanda. Satu dipakai, satu dibongkar untuk ambil ilmunya, bikin sendiri. Mereka berani buat kapal kapal selam sendiri dengan fasilitas yang sederhana. Istilahnya, Jepang bikin dengan fasilitas seperti bangunan di kampung itu lho, pakai bambu-bambu, seperti rumah di kampung untuk penahan dan penyangga.

Kapal selam yang butuh presisi, mereka berani dengan fasilitas seperti itu. Ini keberanian dan rasa percaya diri, makanya saya sengaja sentil itu. Yang kita butuh adalah keberanian dan rasa percaya diri untuk bangun kemandirian alutsista. Itu jadi lokomotif kemajuan industri seluruhnya.

Anda lihat, Samsung dan Hyundai di Korea Selatan dan perusahaan Jepang, misalnya Mitsubishi, itu awalnya dari industri maritim. Itu contoh dari Jepang. Mitsubishi dan lainnya, Yasuda, itu dari industri maritim. Baru derivatifnya industri otomotif, elektronik, dan lainnya.

Ini lokomotif, kalau ini bisa, galangan kapal efeknya. Dan penguatan di industri turunannya bisa mobil, elektronik, dan lainnya. Makanya, dulu Pak BJ Habibie itu bangun PT DI Nurtanio, PT PAL, dan lainnya, sayang kita dijegal di tengah jalan. Efeknya dan spektrumnya luas.

Apa harapan ke pemerintah agar industri ini jadi industri prioritas?


Harapan saya, pemerintah mau melihat sejarah negara maju yang ada. Mulai dari Inggris dengan Eropa, AS, Jepang, China, Korea Selatan, dan Vienam. Kemarin, pertumbuhan ekonomi Vietnam melebihi RI. Pemerintah bisa belajar bangun prioritas industri yang ada. Tidak parsial, tapi pemerintah fokus industri prioritas, itu otomatis bisa kembangkan industri lain. Belajar dan melihat negara maju bikin industri prioritas.

Apakah industri galangan kapal ini sudah menjadi industri prioritas?

Harusnya ini jadi prioritas. Waktu saya tanya ke Kementerian Perindustrian, jawabannya sudah masuk dalam industri prioritas. Tapi, di sana ada puluhan industri. Bayangkan, galangan kapal disamakan industri minyak atsiri, itu disamakan. Itu ada puluhan dan sama. Itu namanya bukan prioritas.

Kalau ada puluhan, yang berikan prioritas yang mana, itu yang perlu perbaikan. Jelas kita negara maritim, dan tidak harus pakai jalan negara lain. Kita sadari, identitas kita adalah maritim, makanya industri maritim harus jadi prioritasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya