Wakil Ketua DPRD Muhammad Taufik

Ada Rencana Besar Ahok di Balik Kisruh APBD

Wakil Ketua DPRD DKI, M Taufik.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta beberapa hari terakhir ini, terlihat geram. Pemicunya, ialah Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, yang lebih akrab disapa Ahok.

Ikut Rapat Banggar, Ahok Cari PNS Penyisip Dana Siluman

Mereka murka, lantaran Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) 2015, dianggap dikirimkan ke Kementerian Dalam Negeri secara sepihak.

Aksi nekat Ahok ini, membuat anggota dewan seolah kebakaran jenggot. Tak mau kalah, anggota DRPD juga membuat suatu gebrakan dengan mengusulkan hak angket untuk menggulingkan mantan bawahan Joko Widodo, saat masih menjabat Gubernur DKI itu.

Menurut anggota dewan, aksi mantan Bupati Belitung itu sudah kelewat batas. Dengan berbagai masukkan, akhirnya DPRD memutuskan untuk melanjutkan hak angket dan sudah disahkan di rapat paripurna.

Mereka tak menyangka, kasus ini masuk ke tanah hukum. Anggota dewan menegaskan, meski Ahok melaporkan hal ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun tak akan menggangu proses hak angket.

Salah satu wakil ketua DPRD DKI Jakarta, Muhammad Taufik angkat biacara. Taufik yang juga ketua DPD DKI Partai Gerindra ini membaca, ada agenda khusus yang disampaikan oleh Ahok dalam kasus APBD tersebut.

VIVA.co.id
berkesempatan wawancara khusus dengan Taufik di ruang kerjanya di Kantor DPRD DKI Jakarta, belum lama ini. Berikut petikannya:

Seberapa jauh Anda mengenal Ahok?

Ahok tuh mau nyalon (gubernur) di Jakarta, ngomong sama saya. Waktu itu, kita makan di Plaza Indonesia. Waktu itu, dia mau nyalonin secara independen. Dia minta dukungan sama saya.

Saya bilang enggak bisa Hok, gua ini ketua partai. Nggak mungkin dukung independen. Kenapa? Karena, waktu itu dia nggak menuhin syarat. Cuma kira-kira terkumpul ribuanlah tanda tangan. Setelah itu, dia masuk lewat partai kita, jadi wakil.

Saya secara pribadi nggak ada masalah loh, hubungannya baik. Saya bukan soal dia keluar dari Partai Gerindra. Mau 10 kali loncat-loncat partai, juga nggak ada urusan sama kita.

Tetapi, ketika dia menafikkan partai, seolah-olah dia izin datang ke Jakarta, terus jadi wagub (wakil gubernur). Dia nggak sadar itu. Kemudian, menghujat-hujat institusi negara, DPRD. Di situ, saya bilang problem. Nggak bisa seperti itu, keberadaan institusi ini dijamin oleh undang-undang.

Sebenarnya, bagaimana hubungan Pemprov dengan DPRD?

Proses awalnya baik loh, dalam pembahasan APBD mulus. Dia minta Silpa (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) direndahin jadi Rp8 triliun, yang harusnya kamu itung itu bisa Rp19 - 20 triliun, kita ikuti. Tiga kali perubahan KUA-PPAS (Kebijakan Umum Anggaran - Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara). Mungkin sepanjang ibu kota sejarah ya.

Lalu, bagaimana kinerja Pemprov DKI di mata DPRD?

2014 tuh serapannya rendah sepanjang sejarah ibu kota. Saya nggak ngomongin kinerja, simpulin sendiri. Serapan rendah. Kemudian, PAD (pendapatan asli daerah) tidak tercapai, defisit Rp20 triliun. Silakan nilai kinerjanya.

Ahok Bongkar Aksi Nekat Anak Buah Sisipkan Dana Siluman

Memang serapan salah satu parameter untuk menilai kinerja?

Iya dong. Gimana Anda mau kerja. Bagaimana kita mau ngukur orang, Anda sendiri nggak kerja.

Terkait dengan APBD, apa yang terjadi?

Kalau mengelola pemerintahan itu harus teratur, ada struktural, hierarki, itu kan struktural. Nah, saya menganggap bahwa Ahok melanggar aturan dalam hal proses pengesahan APBD.

Apa pelanggarannya?

Pelanggarannya adalah konsep APBD yang diserahkan kepada Kementerian Dalam Negeri. Itu bukan konsep yang disepakati bersama melalui proses pembahasan di DPRD. Jadi, dua pintu gitu loh. Ini, kalau diibaratkan eksekutif kan prosesnya menyampaikan APBD. Draf satulah katakan, masuk ke legislatif. Berdasarkan undang-undang, legislatif membahas ini mulai dari Banggar sampai ke rapat kerja, komisi, sampai ke paripurna.

Kemudian, hasilnya disepakati paripurna. Konsep yang tadinya draf satu sudah berubah dong, jadi draf 1+ kan, karena ada pembahasan. Gubernur sampaikan ke Kemendagri.

Ternyata, yang disampaikan ke sana draf satu, draf yang belum dibahas. Itu kan namanya bohong, namanya nipu. Apa pun masalahnya di draf 1+ itu, itu adalah bagian yang sudah melalui satu proses yang semestinya. Kalau pun ada sesuatu, dia kembalikan kepada kita, lalu tanyakan.

Menurut Anda, cara Ahok kirim dokumen ke Kemendagri itu melangkahi DPRD?

Klaim Ahok yang menyebut tindakan pengiriman APBD sepihak itu penyelamatan uang rakyat, mana ada. Itu reaktif. Penyelamatan uang rakyat, tahun 2014 dia ngapain? Yang dia laporin sekarang ke KPK itu tahun 2014, zamannya dia jadi gubernur. Kita sudah tau, gimana sikap orang reaktif, gesturnya udah kelihatan kalau orang reaktif sama orang tulus mau memberantas sesuatu, pasti beda.

Terkait anggaran siluman di DPRD?

Justru, APBD yang disampaikan Ahok ke kemendagri itu yang siluman. Karena nggak dibahas di sini. Kan, yang formal dibahas di forum rapat komisi, berdasarkan UU no 17, PP, Kepmenkeu. Yang disahin di sini, apa pun kejadian di sini, mau bolong mau apa, di sini kejadiannya. Lalu, diskusikan sampai matang.

Kalau kejadian ini apa? Kalau di sini, menurut Anda ada sesuatu, ya Anda ngomong. Kan, barang sudah diterima tinggal dilihat. Jadi, itu yang ingin saya katakan, dia reaktif atas pengangketan.

APBD 2015 dilaporkan ke KPK, itu kan cuma mau ngalihin isu tentang kekeliruannya. 2015 nggak bisa dibawa ke KPK, soalnya APBD-nya belum jadi. Menurut ahli hukum seperti Pak Mahfud MD, Margarito Khamis dll, seperti itu. Kemudian akhirnya apa, dia bawa juga 2014 dan dia tak sadar, saat 2014 dia loh gubernurnya dan DPRD itu sebatas pengesahan, pelaksanaan teknisnya ada di eksekutif.

Takut Ada Dana Siluman, Ahok Tunda Pengesahan APBD

Itu bisa nggak jalan kok, kalau dia dari awal ngomong 'hey, jangan kamu jalanin.' Selesai. Ini, sudah jalan, sudah jelas terus, karena nggak punya amunisi lain, dia korbanin juga anak buahnya.

UPS (uninterruptible power supply) yang harganya tidak masuk akal itu pengajuan eksekutif?

Ya iya, kan yang ngajuin angka awalnya eksekutif.

Lalu, apakah di APBD versi DPRD nggak ada pagu dan kode rekening?

Yang punya kode rekening kan dia (Pemprov). Begitu selesai disepakati, disahkan diberikan ke eksekutif untuk dibuatkan kode rekening. Kemudian, habis itu baru masukin ke e-budgeting.

Lalu, apakah penyusunan semua data dari Pemprov, sementara DPRD hanya pengesahan saja?

Iya. Awalnya kan, semua dari Pemprov.

Jadi, DPRD sama sekali tidak mencantumkan, atau memperbaiki anggaran?

Boleh memperbaiki dalam proses pembahasan di rapat komisi. Jadi, ini kan konsep awalnya dari dia, kita bahas berdasarkan ketentuan kan, memang kita punya kewajiban membahas, karena APBD itu harus diperdakan.

Yang mengesahkan Perda tuh DPRD. Di sinilah dibahas, mau diubah mau apa, saya kira semua ada pedomannya.

Kalau begitu, saat rapat di komisi apakah DPRD sudah tahu ada anggaran UPS sampai Rp5,8 Miliar?

Iya dua-duanya tahu. Ya, saya nggak tau barangkali disepakati. Kan, intinya nggak boleh DPRD sendiri. Rapat komisi tuh berdua loh dengan eksekutif. Usulannya semua kan dari eksekutif.

Berarti, DPRD menyetujui UPS yang harganya sampai Rp5,8 Miliar?

Ya, pastilah kalau sudah ada angkanya di situ, pasti disetujui.

Kemudian, yang jadi masalah sekarang, APBD versi Pemprov tak dicantumkan, menurut Anda?

Makanya saya bilang, yang disebut siluman ini eksekutif sampaikan ke kita di forum. Hanya di forum itu boleh membahas. Secara aturan resminya begitu apa pun terjadi di sini resmi.

Di luar kotak itu, tidak resmi. Dia sampain di forum itu. Dia (Ahok) mesti tanya dong sama unitnya. Makanya ketika 2015, diketawainlah, sederhananya bahwa
dia boleh-boleh aja. Itu kan, mau cari amunisi saja. Kemudian, dia bawalah APBD tahun 2014.

Sekarang balik lagi, pertanyaannya yang nyelenggarain lelang siapa? Kan lelang sudah pake ULP (Unit Layanan Pengadaan), sudah masuk e-budgeting. Unit tidak mungkin melaksanakan, kalau tidak ada yang namanya SPD, atau surat penyediaan dana. Itu dari siapa? Dari pejabat, yakni gubernur. Kan, tahu dong, dia harganya itu. Masa nggak tahu.

Ahok bukan hanya persoalkan UPS, tetapi buku trilogi, menurut Anda?

Kalau soal buku sederhana, misalnya saya mau buat buku, logikanya kan Anda mesti lapor ke saya, karena datanya kan ada di saya. Itu aja kira-kira itu analoginya.

Tapi buat buku kan bisa cari data ke sumber lain?

Nggak mungkin dong. Kalau saya digituin, saya sue orangnya. Gimana Anda bikin buku saya, tanpa ada data dari saya. Pasti, waktu saya mau kampanye orang mau nulis buku tentang saya, datang dulu bahwa dia mau nyari data dari teman saya apa itu, silakan, itu urusan dia. Tetapi, dia mesti ngomong dulu. Izin soalnya itu menyangkut diri kita.

Pembuatan buku, termasuk rutin nggak buat setiap gubernur?

Nggak tahu, karena saya baru jadi anggota DPRD sekarang.

Zaman Pak Jokowi, apakah ada anggaran pembuatan buku?

Nggak tahu saya. Makanya saya bilang aneh aja. Saya punya lembaga kajian, kalau mau nulis buku biografi orang itu, ya atau apa, izin dulu, nanya dulu, 'pak saya mau bikin buku tentang bapak ya'. 'Tentang apa?'. 'Tentang ini, tentang ini'.

Pak Ahok mengklaim, dari disdik (dinas pendidikan) nggak ada yang mengusulkan ke dia soal pembuatan buku?

Ya silakan saja. Tapi kalau nggak ada angket, jalan tuh kayaknya (pencairan anggaran buku).

Menurut Anda, apakah dengan adanya kisruh ini, ada yang dimanfaatkan Ahok untuk meraih posisi tertentu?

Ya, kalau saya sih iya, punya agenda lain. Saya yakin. Kalau dia nggak ada maksud tertentu, nggak mungkin dia menyampaikan APBD palsu. Mau jadi Presiden kali, saya enggak tahu ya. Ya, buktinya buku itu judulnya dari Belitung ke Istana. Saya sih bacanya seperti itu.

Untuk APBD, apakah DPRD dan Pemprov ingin ada islah?

Saya kira gini, APBD sudah disahkan, kemudian kenapa DPRD melakukan angket? Karena DPRD menganggap, ada pelanggaran hukum yang dilakukan eksekutif, yaitu menyerahkan dokumen RAPBD yang bukan dibahas di dalam proses pembahasan di dewan, tetapi yang lain yang diserahkan ke Kemendagri.

Jadi, ini yang saya kira pangkalnya harus dipahami dulu. Karenanya, kalau mau punya niat baik sebenarnya, dan kalau ada temuan-temuan itu kan di Depdagri (Kemendagri) itu untuk dievaluasi. Mestinya, didiskusikan juga dong dengan kita.

Jangan ada temuan ini, terus seolah-olah menyerahkan yang lain, itu kan namanya alibi saja untuk menyerahkan yang lain itu.

Menurut Anda, langkah Ahok buka Rp12 triliun, apakah dia khawatir dengan hak angket?

Iya, itu reaktif dari pengangketan. Kalau mau buka kayak anggaran 2014, itu kan gubernurnya pak Ahok. 2014 sudah berapa lama, kenapa nggak dicegah? Harusnya, jangan dibiarkan dong waktu itu kejadian. Gubernur bisa kok, dia cuma perintah sederhana. 'Hey, SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) jangan dijalanin', dengan begitu sudah selesai itu.

Jadi ini telat?

Ya, ini reaktif atas pengangketan. Ini reaksi dia aja atas angket. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya