Dirut Garuda Indonesia Arif Wibowo

Garuda Indonesia Harus Kuat dan Hidup Selamanya

Direktur Utama Garuda Indonesia, Arif Wibowo.
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVAnews - Dedikasi dan komitmen dari Muhammad Arif Wibowo, pria kelahiran Purwokerto, Jawa Tengah, 19 September 1966 ini, terhadap pekerjaan patut mendapatkan apresiasi tinggi.

Pemuda Kena Tipu hingga Puluhan Juta saat Hendak Beli Mobil untuk Ayahnya

Ditambah dengan kepribadiannya yang bersahabat dan humoris, seakan menepis sekilas tentang pimpinan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) tersebut yang tampak selalu serius.

Bahkan, aura kepemimpinan yang kuat jelas tergambar darinya. Atas kerja keras dan pemikiran-pemikirannya yang brilian, juga memberikan energi positif, serta membangun mental yang kuat bagi lingkungan sekitarnya.

Melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), Jumat 12 Desember 2014, maskapai penerbangan milik negara, Garuda Indonesia resmi menetapkannya sebagai nahkoda yang baru. Dia menerima tongkat estafet dari pemimpin lama yang telah berkontribusi selama dua periode, atau 10 tahun, yakni Emirsyah Satar.

Tetapi, bukanlah sesuatu yang terlalu mengejutkan bahwa ia mendapatkan kepercayaan besar tersebut. Sebab, sosok Arif merupakan tokoh sentral yang juga menjadi tonggak berkibarnya 'sayap' PT Citilink Indonesia di Tanah Air, anak usaha dari Garuda Indonesia.

Sebelumnya, pada Mei 2012, Arif memimpin Citilink. Namun, resminya menjadi CEO perusahaan tersebut pada Agustus 2012.

Saat itu, karena bersamaan dengan pemisahan (spin off) Citilink yang awalnya strategic business unit (SBU) menjadi anak usaha Garuda. Dan, pendirian Citilink sebagai anak usaha merupakan bagian dari strategi Quantum Leap Garuda.

DPRD Jambi Gelar Rapat Paripurna Penyampaian LKPJ Gubernur Jambi 2023

Ukiran demi ukiran prestasi hebat pun dicetaknya. Citilink menjelma sebagai perusahaan start-up di bisnis maskapai penerbangan berbiaya murah (Low Cost Carrier/LCC) dengan pertumbuhan yang melesat tajam.

Buktinya, yang tadinya hanya mempunyai sembilan pesawat di 2012, kini bertambah menjadi 28 pesawat. Kemudian, frekuensi penerbangan juga bertambah, dari 54 penerbangan per hari menjadi 120 penerbangan pada 2013.

Tidak cukup sampai di situ, sebab pada September 2014 lalu, telah berkembang menjadi 164 penerbangan setiap hari. Dengan demikian, secara otomatis jumlah penumpang terus bertambah, dari 2,8 juta penumpang pada 2012 menjadi 5,34 juta pada 2013.

Kontribusi pendapatan dari segmen korporasi turut meningkat, menjadi delapan persen dari yang sebelumnya hanya lima persen.

Namun demikian, Arif tetaplah pribadi yang sederhana dan sangat menjunjung nilai dari sebuah ketulusan hati. Baginya, dalam bekerja tidak perlu harus diperhatikan terlebih dahulu oleh siapapun.

"Saya mau bekerja bagus, nggak musti dilihat kanan-kiri terlebih dahulu. Entah itu, sama bos saya atau pun dengan bawahan saya. Prinsipnya, bagaimana saya menjadi orang yang bisa dipercaya," tuturnya dengan bijak kepada VIVAnews.

Declan Rice: Rodri Salah Satu Pemain Terbaik di Dunia

Pemilik gelar Certified Professional Marketer (CPM Asia) dari Asia Marketing Federation (AMF) itu, berhasil meraih Sarjana Teknik Mesin dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS Surabaya).

Selanjutnya, dia meraih Master Management of Air Transportation dari Universitas Indonesia (UI), yang bekerja sama dengan Massachussets Institute of Technology (MIT).

Dalam rekam jejak kariernya, sebelum menjejakkan kaki di Citilink, Arif sempat menduduki beberapa posisi penting di Garuda, seperti General Manager (GM) Agency dan Interline, serta GM di Fukuoka, Jepang.

Kariernya terus menanjak, dengan menjadi Senior GM Area Indonesia Barat, lalu Senior GM Area Jepang, Korea, Tiongkok, dan Amerika Serikat, hingga menempati jabatan Executive Vice President Marketing and Sales.

Hebatnya lagi, saat ini, dia tidak hanya menjadi bos baru di Garuda Indonesia. Sejak 2013 sampai 2015, Arif pun didaulat sebagai Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (Indonesia National Air Carriers Association/INACA).

Berikut adalah wawancara khusus selengkapnya VIVAnews dengan Arif Wibowo di ruang pribadi kantornya, Jakarta, belum lama ini:

Bisa diceritakan, bagaimana awal mula Anda di Citilink hingga akhirnya sekarang di Garuda Indonesia?

Saya masuk Citilink itu 1 Mei 2012. Sudah cukup lama di perusahaan itu.

Spin off itu ditandai oleh yang pertama, AOC-nya (Air Operator Certificate) baru. Kalau 121046 adalah Citilink, sedangkan Garuda 121001.

Itu, di 2012, saya melakukan migrasi, baik secara finansial terpisah dari Garuda tapi 100 persen dari Garuda. Kemudian, yang kedua itu OSPEC (Operation Spesification) dari semua air track yang dimiliki pindah dari Garuda ke Citilink.

Kemudian, migrasi sistem karena flight numbernya berubah dari GA ke QG. Semua kontrak-kontrak juga berubah, yang tadinya dari under (di bawah) Garuda kontrak menjadi Citilink kontrak.

Lalu pilot cabin crew yang tadinya under Garuda kontrak, dengan antarjemput dan sebagainya, kita move jadi LCC, satu manage semua. Selain itu, benefit kepegawaian juga kita move ke Citilink semua.

Dan, yang paling penting dengan adanya Citilink ini, Garuda lebih fokus untuk yang Full Service Carriers (Standar Pelayanan Maksimum), karena Citilink didisain untuk menjadi senjata Garuda dalam menguasai pasar di LCC.

Pasar LCC ini sangat penting untuk digarap, karena pertumbuhannya jauh di atas pertumbuhan full service. Itu untuk di domestik juga regional.

Nah, Garuda harus turut menikmati. Makanya, Garuda harus membuat bisnis modal Citilink itu sendiri.

Selama memimpin di Citilink dari 2012 hingga 2014, sudah ada 32 jenis Airbus. Tahun depan akan menjadi 37 Airbus, sehingga dalam 2,5 tahun sudah lebih dari 30 pesawat, sangat cepat pertumbuhannya.

Jika dibandingkan dengan maskapai penerbangan lainnya yang armadanya sudah 30-an, butuh waktu lebih dari 10-11 tahun.

Dengan sekarang menjadi pimpinan Garuda Indonesia. Tantangan pun semakin besar. Apa yang langsung terbersit dalam pikiran Anda begitu terpilih untuk memajukan perusahaan ini?

People. Karena pertama, dari sisi organisasi saja, dari delapan direksi ditempatkan menjadi enam direksi.

Dari situ saja, kita sudah harus melakukan organisasi yang lebih solid, lebih di kompres. Kemudian people, kita juga coba recharge ulang, karena kan kita bilang Garuda ini sudah sampai pada proses yang ultimate berhubung, sudah menjadi maskapai penerbangan bintang lima.

Programnya sudah di ujung, targetnya bintang lima dan base cabin sudah tercapai semua. Tapi kan di 2014, Garuda sangat besar dan pada posisi yang harus di-rebound secara kinerjanya.

Pada posisi yang bintang lima dan the best cabin crew in the world, jadi Kita melakukan satu tindakan-tindakan awal.

Ada tiga prioritasnya, yaitu satu ada revenue generation yang harus kita percepat. Jadi, kalo di generator listrik itu harus menghasilkan daya yang besar. Nah, daya yang besar itu kuncinya adalah di people.

Kedua adalah di IT (teknologi informasi). Sebab, IT itu case airline yang kita bangun di situ dan basis IT yang lebih kuat. Terutama, untuk menjerat revenue yang lebih besar.

Untuk itu, people sama IT yang di revenue generator. Kemudian, karena Garuda ini kan Full Service Carrier dengan tingkat persaingan yang sangat ketat, selain dia mendapat pleasure di global airlines besar yang kapasitas size-nya juga besar, di bawah tentu mendapat tekanan di LCC tingkat regional maupun domestik.

Bila di domestik sudah di-protect di Citilink. Kalau di regional kan, Citilink baru akan masuk tahun depan, jadi belum ke-protect semua.

Makanya, Garuda harus diamankan Full Service Cariers dengan harus punya daya saing, atau daya tahan terhadap benturan yang atas bawah itu. Untuk mendapat bertahan dari benturan, yang ketiga adalah cost structure-nya juga harus bisa diefisienkan karena pada saat ekspansi seperti sekarang ini, kita tetap akan menjaga ekspansi ke depan dengan speed yang tidak sekencang sebelumnya.

Jadi, kita mencoba agar slopnya lebih ke bawah. Harapan tetap tumbuh, tetapi tidak seagresif dulu. Sebab, ini hanya periode rebound terhadap kondisi di 2014.

Ada terobosan apa saja yang akan dilakukan Anda di Garuda Indonesia?

Kita melihat situasi yang sedang berkembang juga. Kita harus melakukan beberapa tindakan yang tepat dalam konteks melakukan recovery, atau perbaikan.

Di 2014, Garuda cukup memiliki problem di kinerja keuangan. Untuk menghadapi itu, kita harus melakukan beberapa tiga tindakan yang saya sebutkan tadi.

Tindakan-tindakan itu sangat penting. Jadi, contoh yang pertama, kita harus melakukan beberapa restrukturasi rute-rute.

Ini, yang menjadi tujuan yang harus kita lakukan untuk kita preposition ke pasar yang lain.

Mulai dari Jepang, ada beberapa rute yang double track. Jadi, saya pikir dengan kondisi yang strong head wind ini kita harus mengukur kekuatan, dengan cara melakukan restrukturisasi di beberapa rute yang kalau kita kurangi frekuensinya tanpa mengurangi market precent Garuda itu sendiri.

Frekuensi masih bisa menggarap destinasi yang kita layani. Contoh, Tokyo itu empat hari sekali. Ini kan, tidak optimal terhadap bottom line yang harus kita dapatkan.

Makanya, seperti Denpasar ke Tokyo kan cukup sekali sehari. Karena nggak ada kompetisi, tetapi kita harus pastikan itu profitable rute.

Kemudian, yang ke Jakarta dari Haneda itu cukup satu kali. Itu dalam rangka, agar membuat kita bergerak lebih lincah.

Lalu, untuk Nagoya, kita tunda saja dulu, jangan dibuka karena kita fokus di Tokyo dan Osaka. Diharapkan dengan demikian, market kita lebih solid.

Di Nagoya, mau daily tadinya, atau lima kali dalam sehari. Saat ini, ditunda karena Nagoya sama Osaka hanya 30 menit dari Shinkansen.

Jadi, itu mau ditahan dulu. Termasuk, beberapa rute kita adjust kapasitas untuk yang Hong Kong dan Kang Tong. Kita adjust yang aero body.

Kalau pesawat 737-800 kan isinya 162 penumpang. Karena dia harus terbang selama lima jam, maksimum yang harus ditempati harus 106, atau 120 tergantung head wind.

Itu yang membuat rute yang tidak survive untuk profitable rute. Jadi, kita realokasi untuk menambah kekuatan di Kang Tong.

Dengan begitu, kita restrukturasi di satu sisi tapi kita moving ke others. Nah, itu yang menjadi kekuatan kita pertama untuk menyelamatkan di kuartal pertama dan kedua 2015.

Garuda juga dengan melakukan beberapa tindakan itu, akan ada beberapa pesawat yang kita bisa lakukan early termination. Sebab, kita akan ganti pesawat yang baru datang.

Yang leasing-nya tinggal dua tahun, kita early terminate saja karena akan di-replace dengan lima pesawat white body. Tahun 2015, kita masih akan menambah 15 pesawat nantinya, di mana lima white body dan sisanya aero white body.

Dirut Garuda Indonesia Arif Wibowo

Dengan banyaknya program di 2015, apa saja yang menjadi titik beratnya di kuartal pertama?

Kita konsepnya ada kelas bisnis. Tetapi, kita kurangi dari 12 kursi menjadi delapan kursi, dengan tujuan menambah kursi kelas ekonomi jadi 15 persen.

Kalau kelas bisnis tadi, rata-rata kan kita 40 persen, yang terisi delapan penumpang. Jadi, lebih baik kita konfigurasi saja.

Banyak yang menaruh harapan besar kepada Anda untuk masa depan Garuda Indonesia ke depannya. Bagaimana dengan utang perusahaan ini?

Sebenarnya nggak masalah. Utang itu sesuatu yang wajar, kalau kita mau ekspansi.

Karena, utang itu ada di berita-berita. Sebenarnya, komposisinya macam-macam. Ada yang di dalamnya untuk penambahan pesawat.

Ada beberapa utang untuk ekspansi ke depan, tetapi itu manageable (dikendalikan). Sebab, kita sudah tahu majority-nya.

Kita juga akan melakukan profitable, yang tadinya utang kita akan mature di tahun 2015 sekitar 300 juta-an. Sehingga, kita lakukan refinancing, ada issue loan baru ke recovery itu.

Yang jelas, kita akan melakukan ekspansi ke depannya karena ini kan hanya year of consolidation. Tapi harus diamankan, karena kita harus pastikan bahwa operating result-nya harus positif.

Sebab, jika hanya refinancing saja, nggak cukup. Jadi, utang itu masih manageable karena memang Garuda tetap punya reputasi yang baik.

Bagaimana kesiapan Garuda Indonesia menghadapi ASEAN Open Sky 2015?

Open sky itu kan sudah political will dari pemerintah. Kita berada di ASEAN yang akan menjadi pasar terbuka.

Dan, kebijakannya sudah jelas, akan dibuka di lima kota. Sebenarnya, di lima kota itu juga sudah terbuka.

Jadi bedanya, dengan ASEAN Open Sky itu kapasitas, atau frekuensinya tidak dibatasi. Siapa mau terbang silahkan saja.

Terbang di lima kota itu ke beberapa wilayah di ASEAN. Sebaliknya, kita juga bisa akses, tidak hanya di Kuala Lumpur, Johor, dan sebagainya tapi ke kota-kita lainnya, kecuali ke Singapura.

Negara tersebut, kan pilihannya cuma satu. Bangkok juga punya beberapa pilihan.

Maka dari itu, jika kita lihat yang namanya open sky itu tetap kita lihat ada oportunity yang kita harus raih terlebih dahulu. Jadi, paling nggak, separuh dari market ada di Indonesia.

Artinya, orang indonesia yang traveling kemana-mana di wilayah ASEAN, mestinya kita menang dong. Orang kita yang punya pasar di situ.

Kalau buat Garuda sih, itu sudah jadi bagian ekspansi kita di wilayah regional. Garuda masih manambah kekuatan di boeing 737-800.

Kemudian, kita juga punya Citilink yang tetap merupakan aset dari Garuda juga. Citilink dalan rangka ASEAN Open Sky akan melakukan ekspansi di wilayah regional.

Sehingga, kalau dibilang Garuda bagaimana persiapannya, ya at least kita juga siap. Makanya, salah satu tindakan yang kita persiapkan, ya itu tadi, kita harus punya cost structure yang lebih rendah dengan berbagai cara.

Ini dalam rangka menahan gempuran di dua tekanan itu. Karena kan, kalau Garuda mengadapi Internasional Full Service Cariers, maskapai 'gajah-gajah' semua tuh, yang main dengan kapasitasnya besar-besar juga.

Terkait dengan Garuda beri pinjaman ke Citilink sebesar US$20 juta. Bisa dijelaskan untuk apa?

Ya, bulan Desember 2014 kita berikan pinjaman itu untuk lima tahun. Itu menjadi bagian dari ekspansi yang akan dilakukan oleh Citilink dalam rangka akan menambah sebanyak lima pesawat pada tahun ini.

Namun, Citilink tetap akan membayar bunga dan pokok pinjamannya juga. Pekerjaan rumah Citilink masih banyak, domestik juga masih belum selesai.

Rencana untuk melakukan ekspansi mengenai bandara yang di Pondok Cabe. Bagaimana kelanjutannya?

Saya urut dulu dari belakang. Jadi, waktu saya masih di Citilink, di 2012 dan 2013, saya tanda tangan Citilink dengan Pelita Air, di bawah payung Garuda dan Pertamina, itu MoU.

Jadi, saya pikir Pondok Cabe, harus kita ambil untuk pengembangan pasar Citilink dengan Jawa sama Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan. Kemudian, nanti di Jawa yang pinggiran-pinggiran pesisir itu harus kita ambil juga.

Makanya di tahun 2015, Garuda sudah mengambil alih ATR-nya. Kita melihat bahwa prospek pengembangan Pondok Cabe menjadi sasaran kita ke depan. Saya sudah lapor juga dengan Ibu Rini, Menteri BUMN dan juga ngobrol dengan pak Dwi Soetjipto, Dirut Pertamina.

Memang tetap perlu dilihat ulang lagi. Yang jelas, Pondok Cabe itu kan bagus walaupun dibilang macet, tapi penduduk di situ buat jadi backbone ATR-nya kan bagus. Tahun 2015, masih ada tim lanjutan yang akan kembali mencoba diskusi dengan pak Dwi.

Mengenai tragedi AirAsia yang baru saja terjadi. Apa yang dilakukan Garuda, agar tidak mengalami kecelakaan yang serupa?

Kalau saya sih, lebih bersifat antisipatif. Karena kan, yang pertama dengan adanya musibah ini kita turut prihatin sebagai sesama pelaku usaha maskapai. Yang kedua, sebenarnya sebelum ada kejadian kan, kita sudah memberi instruksi kesiapan juga terhadap safety and security.

Kita juga keluarkan lagi reminder untuk meningkatkan safety and security-nya. Selain itu, di bulan Desember, Januari, sampai awal Februari kan memang sedang banyak gangguan.

Karena perubahan cuaca dan musim hujan itu, memang harus meningkatkan safety and security juga. Misalnya, pada tahun ini, saja ada banjir dan sebagainya.

Kalau di maskapai penerbangan itu, semuanya dan di mana pun untuk Airbus yang dilakukan sama. Tinggal kualitas dari service itu, ada pada masing-masing maskapai.

Maka dari itu, saya pikir samalah. Kayak medical check up saja, kan kurang lebih sama.

Di tengah jadwal kerja yang padat, olahraga apa yang biasa Anda dilakukan, agar tetap menjaga kesehatan tubuh?

Saya dulu suka golf sama sepeda. Sekarang tinggal sepeda saja.

Ada komunitasnya, namanya Apache. Di Garuda juga ada komunitasnya bernama Garuda Bycycle Community.

Jadi, sepeda itu juga memberikan kita untuk exercise. Saraf motoriknya jalan, keseimbangan ada, otot ada. Kemudian, yang membuat kita perlu olahraga itu untuk melepas stres juga. Karena penat kan, itu ngurusin kerjaan.

Itu ada jadwalnya setiap minggu tapi sejak RUPSLB, saya belum main lagi. Baru kemarin coba bersepeda, ikut yang 100 KM (kilometer). Tapi putus itu jari-jari sepeda, jadi saya harus berhenti di 56 KM.

Memang biasanya, pagi-pagi itu, sebelum kerja saya bisa sepedaan dulu 10 KM. Di rumah sih ada alat sepeda yang statis, tetapi kan nggak enak.

Minimal 10 KM putaran kan lumayan keringatan. Bahkan, kalau pulang kantor jam sembilan malam, saya coba exercise dulu lah pakai statis, minimal harus keluar keringat yang penting. Namun, sudah dua minggu terakhir ini saya kurang olahraga.

Kalau yang track-nya enak tuh di Sentul. Jepang tepatnya di Gunung Fuji juga sudah pernah, Danau Maninjau, Ubud, kemudian Gunung Merapi juga sudah. Lalu, bersepeda di Bali, Makasar, hampir semua sudah kita jalani.

Dengan sukses yang Anda raih saat ini, siapakah yang menjadi tokoh inspirasi Anda?

Saya pertama terinspirasi oleh pak Habibie (Presiden RI ke-3). Sebab, saya suka pesawat.

Saya crash program ikut PMDK, dapat beasiswa dan sebagainya. Saya terinspirasi saat itu dengan beliau, setelah kuliah.

Tapi dalam perjalan berikutnya, saya lihat lebih banyak di leadership. Ada beberapa orang yang hebat-hebat. Saya lebih suka baca psikologi, karena saat SMP saja, saya sudah baca buku 'How to Handle Dificult People'.

Itu, sudah menjadi bacaan dari zaman SMP dan SMA. Saya lebih banyak melihat biografi orang, karena di situ lebih banyak filosofi yang bisa kita dapatkan.

Saya lebih suka mengembangkan dari dan membentuk karakter, dari situ sebenarnya. Dan, melihat orang, lebih suka mengamati, oh pemimpin itu style-nya gimana sih, seperti pak Emirsyah Satar dan sebagainya itu bagian dari pengamatan.

Dengan demikian, saya juga dapat lebih banyak belajar dari orang yang di atas saya.

Pandangan Anda sendiri mengenai kepemimpinan?

Kalau buat Indonesia, saya lihat untuk karakter Garuda ini harus partisipatif. Itu, karakter yang cukup menonjol.

Jadi, saya rasa, kita harus memilih karakter itu. Leadership, atau kepemimpinan itu kan lebih banyak kita harus menginspirasi orang.

Bagaimana menginspirasi orang, sejak saya masuk ke komersial, saya lebih banyak menginspirasi orang itu melalui tiga pilar. Pertama, orang itu harus punya kompetensi yang cukup di bidangnya.

Kedua, punya integritas. Integriras itu, saya mau berbuat benar meski tidak dilihat orang. Saya mau bekerja bagus nggak mesti harus dilihat kanan kiri saya, bos saya, atasan saya, maupun bawahan saya.

Dan ketiga, saya lebih banyak untuk membuat network, atau jaringan yang kuat pada bawahan dan atasan saya. Ketiga pilar itu akan membuat orang menjadi dipercaya.

Jika bicara mengenai prinsip hidup saya adalah bagaimana menjadi orang yang dipercaya. Nah, itu saja.

Biasanya kan ada yang sering ngingetin terus. Nah, yang paling sering ngingetin itu adalah Ibu saya.

Meskipun jarak jauh, masih bersyukurlah kita masih punya orangtua lengkap. Pokoknya yang penting, saya diingatkan untuk selalu di jalan yang selalu diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Simple saja, seperti itu. Terserah apa saja cita-citanya, yang penting diridhoi.

Lalu, selama lima tahun ke depan, apa cita-cita Anda untuk Garuda Indonesia?

Garuda ini sudah bintang lima. Dan, kita masih harus melakukan ekspansi ke depan.

Pada dasarnya, Garuda ini masih harus tumbuh di atas kekuatan brand yang kuat dan harus profitable. Kalau nggak profitable, nggak akan substain ke depan.

Harapan saya, Garuda itu harus long lasting company. Artinya, perusahaan ini akan terus kuat selamanya. Harus hidup selamanya.

Kalau kita bilang, Garuda Indonesia sudah ratusan tahun usianya dengan karyawan yang 300 ribu dan value yang tidak pernah berubah. Pokoknya, Garuda di masa yang akan datang harus seusia republik ini, karena Garuda Indonesia adalah bagian dari republik tapi tidak membebani republik, itu cita-cita saya terhadap perusahaan ini. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya