Wawancara Ketua Tim Ahli Wapres Sofjan Wanandi

Selesaikan yang Macet Supaya Investasi Masuk

Ketua Dewan Pembina Apindo, Sofjan Wanandi
Sumber :
  • VIVAnews/Ahmad Rizaluddin

VIVAnews - Atmosfer kesedihan tampak menguar di lantai 10, Gedung Permata Kuningan. Hari itu, beberapa orang di kantor Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) terlihat sedih sekaligus haru.

Mereka harus merelakan Sofjan Wanandi, sang Ketua Umum, untuk meninggalkan kantor. Sofjan harus meninggalkan organisasi yang dua belas tahun ini turut membesarkannya.

Mantan aktivis era 1966 dan pemilik perusahaan Gemala Group itu resmi ditunjuk menjadi Tim Ahli oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.

"Banyak yang minta saya rangkap jabatan. Tapi, tidak bisa. Ini saya sudah rangkap satu bulan di masa transisi," ujar Sofjan, yang melimpahkan tongkat kepemimpinan Apindo ke Haryadi Sukamdani.

Shin Tae-yong: Pelatih Timnas yang Juga Mahir Kendarai Truk dan Mobil Setir Kanan

Sejak 1 Desember 2014, ia resmi menjadi ketua Tim Ahli Wakil Presiden. "Saya mau membantu Pak JK. Saya tidak akan terima gaji sepeser pun," ujar lelaki yang lahir di Sawahlunto, Sumatera Barat, 3 Maret 1941 dengan nama Liem Bian Koen itu.

Sofjan mengaku tidak akan meminta fasilitas apa pun. Dia menyebut posisinya sebagai ketua Tim Ahli adalah bentuk baktinya pada bangsa dan negara. "Jangan you berpikir saya minta apa-apa. Nggak. Malah saya diminta untuk membantu," kata dia.

Sofjan mengungkapkan tugas dan strateginya dalam Tim Ahli tersebut, termasuk "warisan"-nya pada Apindo. Berikut nukilan perbincangan Sofjan dengan Arie Dwi Budiawati, jurnalis VIVAnews.

Apa pertimbangan Anda menerima tawaran ketua Tim Ahli Wapres?
Saya cuma mau jadi national service. Saya cuma mau membantu. Saya sudah 73 tahun. Saya kurang apa lagi? Nama, saya sudah cukup. Apa saya tidak punya nama? Dari dulu buronan, pernah dipenjara, sampai saya punya nama. Sekarang? Duit sudah cukup untuk hidup cukup baik.

Tidak takut dipandang negatif karena Anda pengusaha?
Ah bangsa kita ini kalau tidak bicara negatif kenapa sih? Tidak ada gunanya. Rakyat kita nggak bisa cari kerjaan, nggak bisa ngomong. Omong kosong tuh banyak. Saya diemin saja.

Sebagai Tim Ahli Wapres, apa tugas Anda?
Saya ini mengoordinasi macam-macam kegiatan, supaya yang macet-macet (terhambat) di lapangan bisa diselesaikan. Supaya investasi bisa lebih banyak masuk. Koordinasi dengan departemen-departemen (Kementerian). Kita coba siapkan terobosan supaya bisa tumbuh di atas tujuh persen.

Jadi, tugasnya semacam ya, kalau orang bilang, debottlenecking, troubleshooter untuk bereskan di tingkat bawah, mikronya. Makronya? Itu urusan Pak JK lah yang policy.

Seperti apa pembagian tugas dan struktur organisasinya?
Tim ahli bertanggung jawab langsung kepada Pak JK. Apa yang diserahkan, kita selesaikan. Kalau ada apa-apa dengan menteri-menteri, Pak JK yang panggil. Kita persiapkan bahan-bahannya dan kita ikut rapat terus.

Itu saja tugas saya. You jangan kasih saya tugas macam-macam lagi. Saya sudah tua. Sudah mau jaga cucu.

Siapa saja anggota Tim Ahli?
Ada Mohammad Ichsan. Dulu staf ahlinya Boediono (mantan Wakil Presiden). Wijayanto Samirin, ekonom Paramadina. Lalu, dari sini (Apindo) saya bawa satu, Shinta Widjaja (Ketua Apindo) untuk urusan luar negeri, supaya investasi lebih masuk.

Nah, saya mesti cari lagi. Di tempatnya Pak JK, ada 400 pegawai. Itu mau saya rekrut. Mau saya pakai. Saya nggak perlu rekrut banyak orang. Di sana banyak orang pintar-pintar bisa saya pakai.

Boleh diberikan contoh konkret pekerjaan tim ini nantinya?
Saya punya tim ini, membantu Pak JK untuk pemindahan subsidi BBM ke infrastruktur, terutama untuk listrik, agar lebih cepat. Lalu, untuk menaikkan pertanian, dalam dua-tiga tahun ini bisa swasembada beras.

Ini tugas kita dan sudah dirapatkan dengan Pak JK dan menteri-menteri. Lalu, mengenai perumahan murah untuk rakyat. Nah, itu yang saya lakukan, supaya itu jalan.

Anda akan tinggalkan Apindo?
Tidak seratus persen mundur. Saya, kan, jadi Dewan Pertimbangan di sini, yang tadinya dipegang oleh Teddy Rachmat (Theodore P. Rachmat). Tapi, pasti saya akan kosongkan ini tempat (kantor ketua umum). Teman-teman saya juga sedih dan staf saya juga sedih ditinggalin saya.

Tapi, saya juga datang ke sini seminggu sekali bantu mereka.

Lalu, mengapa menunjuk Hariyadi Sukamdani sebagai Ketua Umum Apindo?
Tadinya saya pikirkan Chris Kanter, Haryadi, dan Franky (Sibarani). Tapi, setelah saya pertimbangkan dengan kegiatan dan kebutuhan ke depan, terutama dengan hubungan yang lebih baik dengan buruh, saya pikir Hariyadi Sukamdani lebih cocok.

Hariyadi ini, terus terang saja, tadinya tidak mau. Tapi, saya memaksa supaya mau dan kita bantu pelan-pelan supaya bisa sama hebatnya dengan saya. Kita ini kan harus ada kaderisasi. Estafetnya mesti berjalan ke generasi muda. Masak saya sampai mati di sini. Yang bener saja....

Saya dengar pendapat seluruh Apindo se-Indonesia, mereka setuju. Chris Kanter juga setuju dan kita naik sama-sama Chris Kanter ke Dewan Pertimbangan, dan Dewan Pembina.

GAC Aion Jual 1 Juta Mobil Listrik dalam Waktu Relatif Singkat

Ketua APINDO Sofjan Wanandi

Pekerjaan rumah untuk Pak Hariyadi?
Ya, mengerjakan pekerjaan saya yang belum selesai. Ini organisasi, kan bukan punya saya. Ini punya bersama. Kita harus jaga agar kita siap.

Di samping dengan buruh, prioritas-prirotas kita (Apindo) itu tenaga kerja. Bantu UKM kita supaya bisa maju. Jangan yang perusahaan gede-gede saja. Supaya gap kaya miskin bisa kita kurangi.

Soal tuntutan gaji buruh, tanggapan Anda?
Sebenarnya begini, mereka minta berapa saja itu hak mereka. Tapi, sebagian besar perusahaan-perusahaan itu menyelesaikan masalah upah di internal perusahaan masing-masing. Jadi, kita pusingnya sama orang-orang yang ribut yang sama sekali tidak bekerja dalam perusahaan itu.

Saya tidak tahu pimpinan-pimpinan serikat buruh sekarang ini bekerja di mana? Sekali-kali coba diadakan inventarisasi. Mereka kerja di perusahaan mana, supaya semua orang tidak mengatasnamakan buruh, itu tidak baik buat kita. Itu satu.

Yang kedua, kita sama buruh sama sekali tidak ada masalah. Kita selesaikan, kita kasih upah. Itu semua kita selesaikan dalam tingkat bipartit. Yang mau bayar besar, itu sesuai dengan kemampuan masing-masing. Tentu, kita jaga hidup layak. Kita beri upah minimum yang diberikan oleh pemerintah.

Cuma ingat, 95 sampai 99 persen buruh kita bekerja di perusahaan kecil dan menengah. Kalau perusahaan besar, apa yang diminta tak jadi soal. Yang jadi soal adalah 95 persen perusahaan kita nggak bisa bayar karena itu adalah perusahaan kecil. Undang-undang nggak bedakan kecil besar, (tidak penuhi UMP) masuk penjara.

Lalu, sikap Apindo?
Sekarang kita mau bela yang mana? Bela perusahaaan-perusahaan yang tidak bisa bayar atau buruh yang 95 persen di usaha kecil menengah? Itu posisi sulit dari Apindo. Sedangkan putusan kita yang sekarang, kita bantu perusahaan kecil menengah. Yang gede-gede nggak kita bantu karena mereka bisa mengatasi sendiri.

Kita nggak bela buruh yang teriak-teriak di jalan. You tanya Pak Iqbal (Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia/KSPI) kerja di mana dan makan gaji dari perusahaan mana? Nggak ada! Tapi, dia teriak bela ini bela itu, karena dia punya kepentingan.

Kepentingan buruh hanya bisa diperjuangkan oleh buruh yang bekerja di internal perusahaan. Bukan buruh yang dari luar.

Produktivitas buruh kita bagaimana, dibanding Vietnam yang lebih murah?
Produktivitas buruh kita jauh lebih rendah daripada Vietnam, Kamboja, dan lainnya. Di Vietnam, dia kerja 50 jam satu minggu, kita kerja 40 jam satu minggu. Misalnya, sejam buruh kita menghasilkan selusin baju, dia dua lusin baju.

Kondisi itu mempengaruhi industri Tanah Air?
Pasti terpengaruh. Coba you perhatikan kenapa impor kita lebih banyak daripada ekspor? Kita nggak mau bikin pabrik. Memilih impor saja. Kita nggak banyak pusing-pusing sama buruhnya. Untung kecil, tapi pusingnya nggak banyak.

Karena buruhnya ribut, tidak ada yang mau lagi. Yang mau itu perusahaan kecil-kecil. You lihat sepuluh tahun setelah krisis 1997-1998, pemain utama tekstil yang besar-besar itu di Bandung, semua pindah ke properti, ke real estate, ke batu bara, ke mal-mal.

Mestinya, persaingan itu karena produktivitas. Bukan karena demo-demo. Demo-demo itu you pikir kita nggak takut? Kita juga takut. Kita nggak mau, kita pergi saja dari Indonesia dan bangun di tempat lain.

Berapa banyak yang lari?
Ya saya nggak usah sebut lah. Cukup banyak.

Masih soal buruh, pemerintah berencana bangun perumahan untuk mereka. Pendapat Anda?
Kita bayar pajak untuk dia pakai. Bukan kita bayar pajak untuk berfoya-foya pegawai negeri kita, kan? Yang paling penting dipakai untuk pendidikan, kesehatan. Baru you bicara perumahan.

Semua buruh kita itu, dengan pendidikan yang lebih baik dan dengan produktivitas dengan baik, tanpa pemerintah bantu pun, hidupnya lebih baik. Karena kita bayarnya lebih baik. (art)

Putri Marino Berani Mesra dengan Nicholas Saputra, Ini Reaksi Tak Terduga Chicco Jerikho!
Penyerang Timnas Indonesia U-23 Rafael Struick

Tekuk Korea Selatan, Rafael Struick: Ayo Kita ke Paris dan Ciptakan Sejarah Lagi!

Penyerang Timnas Indonesia U-23 Rafael Struick meluapkan kegembiraan usai mengalahkan Korea Selatan 11-10 lewat adu penalti dalam perempatfinal Piala Asia U23 Jumat 26/4.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024