Wawancara Rini Sugianto

Bekerja di Hollywood Itu Seru

Rini Sugianto
Sumber :
  • VIVA / Ricky Anderson

VIVAnews – Dalam pameran industri sinema FILMARES 2014 yang digelar beberapa waktu lalu, VIVA.co.id berkesempatan bertemu Rini Sugianto, seorang animator film kelas dunia, yang asli orang Indonesia meski kini ia tinggal di San Fransisco, Amerika Serikat. Dari tangannya yang kreatif, kita dapat menyaksikan tokoh-tokoh imajinasi tampak hidup di layar lebar.

Cak Imin Bilang Tetap di Jalur Perubahan Bersama Anies Baswedan Untuk Jangka Panjang

Film-film besar Hollywood yang pernah Rini garap, adalah The Adventure of Tintin: The Secret of Unicorn, The Hobbit: An Unexpected adventure, The Hobbit 2: The Desolation of Smaug, The Hunger Games: Catching Fire, Iron Man 3, dan Teenage Mutant Ninja Turtles.

Dalam acara itu, Rini datang sebagai pembicara dalam workshop bertema “Animator in VFX Industry.” Selama kurang lebih 45 menit, Rini berbagi pengalaman bekerja di industri perfilman Hollywood pada para anak muda yang menyukai bidang animasi. Berikut wawancara kami dengan Rini:

Anies Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran Usai Putusan MK: Selamat Jalankan Amanat Konstitusi

Boleh ceritakan, apa sebenarnya tugas utama seorang animator film?

Pertama, yang saya mau cerita dulu, bahwa tim animasi dalam sebuah film panjang itu bisa ratusan, atau malah mungkin ribuan jumlahnya. Masing-masing orang punya tugas khusus. Ada yang bertugas membuat latar gambar, jadi dia yang membuat ilustrasi hutan, istana, benteng dan lain-lain.

Terungkap! SYL Juga Pakai Uang Korupsi untuk Beli Skincare Anak dan Cucu

Lalu ada tim yang khusus membuat efek cahaya, sinar api, gemericik air, sementara yang lain bertanggungjawab membuat kerangka sebuah tokoh. Nah, dari ratusan orang itu, saya hanya salah satunya yang masuk dalam divisi animasi.

Secara umum, tugas saya untuk menghaluskan penampilan sebuah tokoh, yang kerangka dan ototnya sudah jadi dibuatkan divisi lain. Sehingga bisa dibilang, saya ini seniman grafis pemoles di bagian akhir. Jadi saya harus sangat detail dalam menciptakan tokoh dalam film. Misalnya Iron Man, saya harus fokus memperhatikan luka-luka di badannya. Sehingga orang yang menonton, benar-benar percaya bahwa tokoh ini baru saja terluka parah dalam pertarungan.

Selain itu, tugas saya juga menggerakkan karakter animated object. Karena dalam film Hollywood, biasanya mereka sering menggabungkan antara live action (orang) dan animasi. Jadi intinya, tugas saya untuk membuat karakter imajinasi itu terlihat nyata, dinamis, dan tidak kaku.

Sebagai animator kelas dunia, Anda masih merasa memiliki kekurangan?

Ha ha ha, mungkin Anda tidak akan percaya kalau saya bilang, aslinya saya ini tidak bisa menggambar. Ya, karena skill menggambar saya buruk. Jadi kalau saya sedang bekerja, mau membuat reka adegan agar tampak real, saya membuat video referensi.

Misalnya: saya mau membuat adegan Iron Man dicekik Hulk, maka saya harus meminta dua teman laki-laki saya, untuk memeragakan dua orang yang saling mencekik. Adegan ini saya rekam dengan video ponsel, lalu hasil rekamannya saya lukis dengan program di komputer.

Ya, saya akui saya lemah di sisi menggambar manual, namun saya merasa punya bakat di bidang memahat. Mungkin karena itu juga, saya merasa nyaman bekerja untuk memoles bagian akhir.

Apakah di Hollywood, hanya Anda animator yang berasal dari Indonesia?

Tidak. Waktu saya kerja di WETA Digital contohnya, itu perusahaan animasi milik sutradara Peter Jackson, ketika menggarap Tintin, jumlah orangnya sekitar 1200, dan yang dari Indonesia ada 7 orang termasuk saya.

Itupun divisinya beda-beda, jadi mereka mengerjakan apa, saya mengerjakan apa. Namun kami memang dekat, ya karena sama-sama perantauan di negera orang. Bekerja di komunitas ini, banyak orang saling kenal meski berbeda divisi. Dan jujur, di sana saya bukan yang terhebat lho, saya tergolong biasa.

Ada kejadian unik selama Anda berkecimpung di dunia animasi ini?

Ha ha ha, ada. Saat membuat film Tintin, itu butuh waktu kerja saya selama setahun penuh. Namun saat filmnya tayang, ternyata adegan yang saya dan tim buat, hanya muncul 4 menit saja. Ha ha ha, itu epic sekali.

Meski begitu, saya bangga bisa terlibat dalam sebuah proyek pembuatan film Hollywood yang besar seperti ini. Apalagi ini Tintin, tokoh yang sejak kecil komiknya saya baca. Bekerja di industri ini memang seru, sungguh menyenangkan. Dan asal tahu, tampil 4 menit itu shoot paling banyak lho di film Tintin. Karena ternyata, tim yang lain durasi tayangnya hanya sekitar 3 menit.

Apakah Tintin film terberat yang pernah Anda buat?

Bukan, tapi film Hobbit ke 2. Itu kami bisa kerja selama 92 jam seminggu. Rata-rata sehari kerja 15 jam, 7 hari seminggu, dan kegiatan ini berlangsung selama beberapa bulan. Kalau kami tidak pintar-pintar membagi waktu, mungkin kami bisa gila. Karena bisa Anda bayangkan, betapa sibuknya kerja kami saat itu.

Saat membuat film itu, setiap hari kami tegang. Meski filmnya belum selesai, kami sering dikritik oleh sutradaranya. Yah mungkin wajar, karena ini film besar, jadi semua orang sepertinya punya espektasi besar pula terhadap karya visual ini.

Apa resep Anda, bisa bertahap dengan durasi kerja yang demikian panjang?

Bekerja di industri ini, jika Anda tidak memiliki passion di dalamnya, maka Anda tidak akan bertahan lama. Mungkin setelah 5 atau 10 tahun, Anda akan menyerah. Jujur bekerja di industri ini, angka perceraiannya tinggi. Karena bisa Anda bayangkan, kalau punya pasangan, tapi dalam sehari dia bekerja 15 jam, itu sama saja artinya tidak pernah bertemu dia.

Apalagi kalau ternyata Anda sudah punya anak, ini akan jadi tambah sulit. Teman-teman saya yang sudah punya anak, mereka datang ke kantor jam 4 pagi untuk bekerja sampai sore. Lalu mereka izin pulang sebentar sekitar tiga jam, hanya untuk menemani anaknya tidur. Lalu sekitar jam 8 malam mereka kembali ke kantor untuk menyelesaikan tugasnya di hari itu sampai pagi.

Bagaimana penilaian Anda tentang perkembangan animasi di Indonesia?

Sudah berkembang, hasil karyanya beberapa juga bagus. Sayangnya, walau sudah ada banyak sekolah animasi bermunculan, namun yang diajarkan masih kemampuan general. Padahal kalau di Hollywood sana, semua orang diharapkan untuk fokus pada satu bidang saja, alias spesialis.

Waktu saya sekolah di MFA Animation di Amerika Serikat, semester satu saya masih bisa belajar general. Tujuannya untuk kita mencoba semua bidang, supaya kita bisa tahu sukanya bidang mana. Soalnya kalau Anda tidak coba semuanya, Anda tidak akan tahu kemampuan diri kuatnya ada di mana.

Baru setelah semester dua, saya diminta memilih jurusan spesialisasi. Saya pilih animasi. Jadi semenjak semester dua sampai tamat sekolah, saya ambil kelasnya animasi saja.

Nah, di Indonesia agak susah diterapkan sistem demikian. Karena walaupun misalnya sekolah di sini keluarkan murid spesialis, tapi kalau industrinya tidak spesialis, mereka maunya yang general, agar bisa pegang semua hal, maka supply and demand menjadi tidak imbang.

Apakah perlu bawa guru asing ke Indonesia?

Kalau memang bisa membawa guru bule yang spesialis tentu lebih baik, karena mereka sudah merasakan kerja nyata di Hollywood seperti apa. Tapi menurut hemat saya, sekarang kan segalanya bisa dilakukan di dunia maya. Ketimbang membawa guru asingnya ke sini, kenapa bukan kita yang belajar secara online dengan mereka?

Sebab, para praktisi animasi itu memang maunya tinggal dekat studio mereka kerja, sehingga akan sulit buat mereka jika harus terbang bolak-balik ke sebuah negara. Makanya, saya sendiri juga membuat sekolah animasi online. Hal ini bukan karena saya tidak mau kembali ke Indonesia, namun karena pekerjaan saya ada di sana.

Dan kalau saya tetap bekerja di sana, saya akan terus mendapat ilmu baru dari para praktisi yang jauh lebih hebat dari saya. Sebuah ilmu, yang sewaktu-waktu bisa saya bagikan pula ke teman-teman di Indonesia.

Sekarang sekolah animasi saya sudah jalan dua tahun. Di tahun awal, cuma saya yang mengajar, namun sekarang sudah ada dua pengajar yang juga asli Indonesia. Kalau saya mengajar animasi, mereka mengajar teknik kelas modeling dan rigging.

Saran Anda pada generasi muda, yang ingin mendalami animasi?

Kalau Anda ada kesempatan magang, langsung ambil jangan sia-siakan. Magang di perusahaan sebagai animator itu bagus, membuat kita jadi bisa merasakan, kerja nyata itu seperti apa sih? Karena bisa jadi, apa yang kamu pelajari di sekolah animasi, aplikasinya ternyata beda.

Selain itu, perbanyak portofolio animasi, lalu unggah ke Youtube sehingga banyak orang mengenal karya kamu. Saya sering lihat, karya visual anak Indonesia di festival film, namun semua masih bentuk live action, belum ada yang animasi.

Saran saya, buat saja dulu film pendek animasi, kirim semuanya ke festival dan itu adalah sebuah langkah awal yang baik. Saya berharap, ke depan industri animasi lokal kian berkembang, dan ada lebih banyak anak muda yang tertarik untuk menekuni bidang ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya