Mantan Pelatih Timnas U-19 Indra Sjafri

Saya Tidak 100 Persen Gagal

Pelatih Timnas Indonesia U-19, Indra Sjafri.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Andika Wahyu

VIVAbola - Nama Indra Sjafri mencuat setelah sukses mengantarkan Timnas Indonesia U-19 menjuarai Piala AFF 2013 di Jakarta. Bukan hanya itu, kesuksesan pelatih asal Sumatera Barat ini pun berlanjut dengan membawa Timnas U-19 lolos ke Piala Asia 2014 di Myanmar.

Perjalanannya bersama skuad Garuda Jaya mesti berakhir setelah dipecat oleh PSSI, karena dianggap gagal membawa Timnas U-19 lolos ke Piala Dunia 2015 di Selandia Baru. Namun, Indra tetap mendapat apresiasi dan simpati dari masyarakat Indonesia, karena dinilai mampu menyudahi puasa gelar Indonesia selama 22 tahun.

Selepas tak lagi menangani Timnas U-19, banyak rencana yang akan dilakukan pelatih berusia 51 tahun ini ke depan. Simak perbincangan hangat dengan Indra Sjafri saat dia mengunjungi kantor VIVA.co.id:

Anda baru saja diberhentikan sebagai pelatih Timnas U-19. Sebenarnya apa dasar dari PSSI memutus kontrak Anda?

Kita kontrak sampai 2015, dengan target lolos ke Piala Dunia (U-19). Padahal,  target saya waktu persentase awal itu, juara AFF, lolos Piala Asia, lolos Piala Dunia. Satu target yang tidak sesuai harapan, sedangkan dua lagi tercapai. Namun, karena target ini (Piala Dunia) tidak tercapai, maka jadi alasan utama saya tidak lanjut meski kontrak masih sampai 2015.

Keputusannya tidak sepihak. Jadi, di klausul kontrak, perjanjian itu, saya dikontrak sampai Oktober 2015. Isinya begini: Tugas adalah mempersiapkan Timnas U-19 sampai lolos ke Piala Dunia 2015.

PSSI tentu mengevaluasi apakah masih lanjut ke 2015 atau tidak. Pertimbangannya satu, gagal. Yang kedua kan tidak ada kegiatan dulu sekarang. Kami pribadi pun tidak enak, misalnya tidak ada pekerjaan, terus digaji sama federasi. Tapi, kalau federasi mau komitmen berkesinambungan, kan banyak yang  bisa kami lakukan. Seperti bikin program TC yang tidak jangka panjang, berkala.

Targetnya seperti apa? Kan paling ideal, nanti mereka main di Pra Olimpiade, SEA Games 2015, Asian Games 2018. Kan itu saja event yang akan mereka lalui, selain itu nggak ada. Baru nanti mereka mencoba-coba lolos Piala Dunia senior 2022 di mana kualifikasinya akan dimulai sekitar 2020.

Jadi apakah Anda merasa gagal sebagai pelatih Timnas U-19?

Saya senang dan menganggap saya tidak gagal 100 persen. Karena bagaimanapun, tidak lolos Piala Dunia, saya konsekuen. Konsekuensi seorang pelatih itu harus bertanggung jawab dengan hal itu. Kenapa sih kita nggak masuk (Piala Dunia)? Saya uraikan semua di hadapan Badan Tim Nasional (BTN) dan HPU.

Nggak pernah tim nasional pelatihnya diberhentikan 1-2 tahun. Jarang. Apalagi, progres yang dilakukan ada. Saya bukan membanggakan diri, mungkin kalau diinventarisir, dari senior sampai junior, dari  zaman Tony Pogacnik, ada nggak yang dalam 2 tahun memberikan 4 gelar?  Coba aja diulang lagi, terlepas ini gelar usia muda atau tidak.

Ada nggak yang berurutan dari juara AFF ke Piala Asia, dengan satu pelatih? Coba saja di-review, nggak ada. Apa itu satu kegagalan sehingga saya harus didepak? Ya itu Wallahualam.

Sebenarnya apa yang menyebabkan Timnas U-19 gagal di Piala AFC Myanmar?

Saya sudah uraikan, hampir semua gol-gol yang terjadi, karena  jeleknya pertahanan kita.

Bayangkan lawan Australia, satu, dua, tiga, empat, pemain lawan satu, through pass (umpan terobosan), masak ini nggak bisa empat lawan satu.

Itu menjadi PR (Pekerjaan Rumah). Saya tetap memberikan report itu kepada HPU, BTN.  Idealnya nanti, yang saya laporkan, pelatih baru (Timnas U-19) harus terima itu juga. Tapi, kan tidak mungkin. Jarang yang mau. Nggak tahu kalau pelatih asing, dia akan minta report tim ini sebelumnya. Tapi, kalau pelatih lokal belum tentu mau. Dia akan mulai lagi dari awal. Inilah yang terjadi dalam sepakbola kita, dari dulu. Berkutat-kutat di situ.

Apa kelemahan ini tidak bisa diantisipasi sejak awal?


Jadi dari proses satu tahun itu kan saya bikin periodisasi persiapan. Kalau untuk fisik kan 2 bulan awal. Sedangkan taktik kan mulai dari spesifik. Di situ kan kami baru teruji saat Tur Eropa. Sebelumnya, waktu kami habis untuk 20 pertandingan di Tur Nusantara.

Awalnya, konsep saya, itu hanya 5 titik. Yang terdekat, timnya datang. Misalnya Padang, Timnas datang ke Padang. Nah dari tim dari Aceh datang ke Padang, Medan ke Padang, Palembang ke Padang. Main empat kali, lawan wajib kelahiran 1995. Tujuan saya, seandainya ada pemain dari tim-tim itu. Siapa tahu masih ada pemain-pemain kelahiran 1995 yang bagus. Itu gunanya. Tapi, kan setelah itu berubah.

Kami harus Tur Nusantara dengan 20 pertandingan dan disiarkan langsung. Saya minta SCTV bisa main tidak pukul 19.00? Tidak bisa, iklan dan sinetron pukul 19.00 sampai 20.00. Bayangkan kami harus main pukul 21.00. Selesai jam 23.00. Anak-anak rata-rata baru bisa tidur jam 01.00 dini hari setelah terapi berendam di es.

Strategi termasuk dari  periodisasi persiapan. Itu yang dimaksud, tidak mungkin taktik dalam pertandingan, tapi dalam periodisasi itu yang penting kan time table-nya untuk mencapai peak (puncak)-nya itu.

Tapi, kan saya ditemukan dengan situasi-situasi yang menuntut saya berkompromi. Makanya waktu Menpora (Roy Suryo) bilang, Indonesia terlalu banyak uji coba. Harusnya dia tidak ngomong kayak gitu. Kalau mau dia begini; Hei PSSI, ini duit lho, mau masuk Piala Dunia, nih pemerintah kasih nih. Nih, Rp50 miliar jangan Rp35 miliar. Jangan ganggu periodisasi coach Indra. Jadi kami tidak perlu jual ke SCTV atau ke mana-mana. Kami harus ke Eropa, harus ke sini, prosesnya jalan dengan cepat.

Kalau taktik, pertahanan kita jelek atau tidak? Jelek sekali, karena kita memainkan sepakbola menyerang. Kalau kita baca permainan Timnas u-19, jangan biarkan mereka mainkan bola. Begitu lawan dapat bola, lawan langsung counter attack dan langsung kocar kacir. Tetapi, kalau saya hanya bentuk defend (bertahan) dulu, terus kalau dapat bola, boom, kalau dapat bola, boom, defend kuat nih, tapi lama-lama kan kita bobol juga.

Makanya, apa yang harus dibentuk dulu. Kalau mau memenangkan pertandingan, kami harus menyerang. Dalam arti kata, bola kami kuasai. Kalau bola kami kuasai, berarti kami kan tidak kena serang.

Jadi di situ, peak-nya tidak sampai. Mereka pulang dari Eropa, kami  istirahat hanya 10 hari. Itu kalau adaptasi jetlag 5 hari, setelah 5 hari kami harus naikkan lagi untuk sampai peak. Itu yang kami sampaikan ke PSSI, makanya saya bilang akui kesalahan.

Tidak apa-apa, saya salah secara teknis, tapi nonteknis? Lain kali, kalau menyiapkan tim nasional untuk level yang lolos Piala Dunia atau Piala Asia, dana pembinaan harus ada dan tersedia, jangan tergantung orang. Nah, situasi itu yang saya hadapi.

Bocah Asal Poso Ini Akan Ikut Turnamen di Denmark dan Swedia

Indra Sjafri bersama VIVA.co.id

Di Myanmar, kita sering kehilangan bola, kenapa?


Tiga gelandang yang biasanya, Zulfiandi, Hargianto, Evan Dimas. Zulfiandi cedera di HBT (Hassanal Bolkiah Trophy). Ganti Paulo (Sitanggang). Paulo bagus, tapi untuk ritme, tactical kita, tidak masuk untuk Paulo. Zulfiandi tidak bisa main sama sekali. Main pertama saja, tapi sebenarnya tidak bisa. Sakit lagi.

Tetapi, kita menyiapkan individu-individu pemain, baik teknis dan non-teknis. Kita karena tidak punya gelar juara, usia muda itu jadi seperti penebus dosa. Kegagalan-kegagalan di bidang lain dicurahkan ke anak-anak. Saya sampai nangis kalo lihat anak-anak tidur. Tanggung jawab semuanya dia harus bawa, lolos ke Piala Dunia!

Kalau Cak Nun (Budayawan, Emha Ainun Najib) bilang, masa kegagalan politik, kegagalan ekonomi, dan di segala bidang, ditumpahruahkan ke anak-anak U-19.

Seberat apa tantangan yang Anda hadapi saat menangani Timnas U-19?

Di Indonesia sekarang kan sudah ada kompetisi usia muda seperti Soeratin Cup. Tapi, di tingkat kabupaten kongkalikong masih banyak. Waktu masih dualisme, saya pilih pemain sampai jam 3 pagi. Harus begini, harus begitu. Saya mau ambil pemain dari  Villa 2000 tidak boleh karena mereka kan waktu itu Persija yang kubu sini.

Wah stres. Makanya waktu itu saya bilang, kalau memang bukan pemain yang saya pilih, saya tidak berangkat. Dan silakan pilih sendiri. Untung juara, kalau tidak  juara, dipecat saya saat itu juga.

Sama, AFF dan AFC kan tahu sendiri lah bagaimana. Saya sudah biasa menghadapi situasi seperti ini, tidak panik dengan hal-hal seperti ini. Lebih gawat dulu, AFF kalau saya tidak  juara, saya selesai lho. Piala Asia kalau tidak lolos, saya juga selesai.

Namun, Tuhan tidak akan memberikan beban yang tidak sanggup kepada umatnya. Tapi, kita tak bersyukur, juara AFF lho, sudah 22 tahun, ya kan. Investasi 2 tahun, bisa juara, bisa lolos Piala Asia. Itu kan duit pencarian anak-anak sendiri, bukan federasi. Kalau lolos Piala Dunia juga saya takutnya jadi pembenaran, tidak perlu lama-lama membina.

Tuh, Indra Sjafri saja lolos cuma 2 tahun. Tapi, memang seninya begini, perjuangan itu turun naik.

Bagaimana para pemain menghadapi kegagalan di Piala Asia U-19 dan cara Anda untuk mengembalikan kepercayaan mereka?

Harus  lolos Piala Dunia, gila nggak? Saya melihat mereka, kasihan lho. Tapi, mereka, karena memang anak-anak baik, kalah, tidak ada yang bisa tertawa, sampai beberapa hari. Memang itu tanggung jawab. Memang mentalnya anak-anak bagus.

Ya tentu dari pemilihan awal dulu, ada tes-tes. Psikotes, ada kan dalam psikotes itu orang yang cepat menyerah, cepat puas, kan di situ terindentifikasi. Kami jadikan parameter atau ukuran untuk memilih mereka di sisi mental. Karena ada 4 parameter, yakni, skill, tactical, kemampuan fisik, dan mental. Mereka anak-anak yang tidak cepat menyerah, begitu terpuruk, bangkitnya cepat.

Apa tanggapan para pemain saat mengetahui Anda sudah tidak menjabat
lagi sebagai pelatih Timnas U-19?

Saya sudah seperti ayah sama mereka (para pemain Timnas u-19). Dua tahun lebih. Kemarin saja anak saya sendiri itu sama saya kaya hambar begitu. Kayak bukan sama bapaknya.  Terus dia tanya, kapan bapak pergi lagi? Saking saya lebih banyak dengan mereka (pemain Timnas u-19). Tentu mereka (pemain Timnas u-19) kan nggak cengeng.

Saya dari dulu bilang kepada mereka harus mandiri, tentukan sikap sendiri. Maka untuk gabung klub mereka tanya. Mana yang saya pilih? Persebaya kah, Barito kah. Saya hanya memberikan pandangan-pandangan. Persebaya begini, Barito begini, klubnya begini, silahkan putuskan sendiri. Saya sampaikan itu.

Kalau komunikasi, kita kan punya grup. Kan ada saja anak-anak itu bercanda. "Selamat dipecat ya coach!" Oke, saya bilang. Ya, kan anak-anak itu tahu situasi lah. Mereka paling tahu karakter saya. Saya orang yang nggak takut disuruh orang berhenti. Makanya anak-anak bilang, selamat dipecat. Banyak yang jahil-jahil begitu. 

Mengenai kebiasaan cium tangan dan selebrasi sujud syukur, awalnya seperti apa?

Jangan  bangga dulu, kita lihat Myanmar. Para pemainnya, setelah mereka dengan pelatihnya, mereka datangi saya dia beri salam. Kan kultur yang dibangun. Saya maunya begitu di Timnas U-19. Makanya, kenapa Timnas U-19 ini disukai, dicintai oleh banyak orang Indonesia.

Aceh saja yang nggak pernah nonton bola, 55 ribu di dalam ditambah 5 ribu penonton lagi di luar (saat Tur Nusantara) dan begitu main tidak ada yang ribut. Karena mereka melihat ada yang berbeda, tidak hanya mainnya lho.

Ada aura berbeda, itu yang harus dibangun. Sepakbola tidak hanya bicara kalah menang, kalau bicara kalah menang ya kaya sekarang. Ada pelatih yang  mencekik pemain, macem-macem. Ada suporter yang bakar-bakar karena sepakbola hanya diukur dari kalah-menang.

Itu yang saya ingin bangun lewat akademi. Kan ideal, kalau head-to-head dengan negara lain. Kita masih di sini, makanya ada hal lain yang harus kita bangun. Habis cetak gol, sujud syukur, bagaimana mereka mencintai negaranya.
 
Kita jangan dipikir banyak duit, nggak banyak duit kita, tapi tidak satu kali pun anak-anak itu bicara duit. Dikasih oke, nggak dikasih tidak apa-apa. Tidak ada masalah karena  sudah terbukti, kalau sukses seperti apa. Ada yang dapat rumah, ada yang dapat apa. Itu kalau ikhlas. Kultur seperti itu terbentuk sejak Piala AFF.

Kaya shalat jamaah, kan juga ada yang bilang orang Islam tidak boleh antarkan orang Kristen ke gereja. Saya suruh anak-anak yang muslim antarkan Maldini (Pali) pakai mobil. Untuk saya, kalau karena itu saya dikasih dosa sama Tuhan, terserah lah. Karena kan, agama itu mengatur bagaimana sih orang harmonis di dunia ini. Saya ajarin ke mereka.

Lihat Paulo Sitanggang, kemarin cetak gol dia minta teman-temannya sujud syukur lalu dia buat tanda seperti ini (tanda Salib). Saya pengen nangis melihat itu. Bagi saya, walaupun kalah tim saya, yang seperti itu nilainya tak terhingga. Makanya saya tidak khawatir dengan anak-anak, walau mau berpisah dengan saya. Saya tidak khawatir.

Dan mereka pasti akan memacu dirinya. Saya bilang, kalian jangan tergantung dengan satu orang pelatih. Pelatih setiap saat bisa berganti, tapi karier kalian harus tertata.

Siapa pun pelatihnya, harus kalian hormati. Pelatih posisinya sama dengan orang tua. Ini yang saya tanamkan, makanya saya tak khawatir. Satu cita-cita yang tidak kesampaian saya, saya pingin mereka itu satu kelas, ikut lisensi kepelatihan C AFC.

Kan persyaratannya usia 18 tahun, minimal. Inikan mereka sudah masuk usia itu 23 pemain. Saya ingin 23 pemain itu punya lisensi C di usia 19 tahun. Nanti begitu mereka berkiprah di senior, mereka sudah harus kantongi lisensi B, begitu keluar, mereka tinggal nyari lisensi A. Tujuannya, pertama untuk memperbanyak pelatih, yang kedua kalau nanti mereka, ingin melatih sudah punya lisensi. Kan kasihan juga kita melihat ada pemain nasional yang tidak bisa melatih karena tidak punya lisensi di usia yang tidak muda. 

Kepikiran nggak itu sama federasi, sama pelatih lain. Saya pikirin sama sejauh itu. Kuliah juga, mereka masuk Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Gajah Mada (UGM), kalau mereka tidak main bola, tidak terpakai, minimal di lingkungannya mereka, mereka terpakai. Dihormati orang.

Hal-hal seperti itu harus dimulai dari usia 6-12 tahun. Sama dengan masalah nutrisi juga. Kalau tidak saya lakukan sejak 6-12 tahun, susah. Nanti, di depan kita mereka makan pakai menu kita. Eh tahunya dia telepon McDonald, dia telepon KFC, dia pesen bakso Malang.  Dia suruh satpam atau kitman untuk beli, 16 tahun mereka makan bebas kita ubah dalam setahun. Bisa? Tidak bisa.  Makanya dimulai dari usia 6-12 tahun.

Apa saran Anda bagi pembinaan usia muda ke depan?

Kalau PSSI banyak kegiatan, yang perlu diperbanyak kan pelatih. Kami lihat kualitasnya, itu kan tugas PSSI sebenarnya. Sekarang kan, pelatih kita didata paling 3 ribu orang. Jepang kenapa dia bagus, 61 ribu. Bayangkan 3 ribu, negara sebesar ini.

Sekarang yang lebih parah lagi, ditambah sponsor yang memang mau begituan. Kompetisi ini, kompetisi itu digelar. Dia pikir kompetisi itu jalan satu-satunya.

Kompetisi kalau menurut saya, sama seperti ujian. NEM-nya tidak akan tinggi kalau belajarnya tidak bagus. Dia kan belajar dulu, lalu ujian, setelah itu evaluasi, belajar lagi lalu ujian. Fasilitas sekolahnya kalau tidak bagus NEM-nya juga tidak akan tinggi.

Bagaimana NEM mau tinggi, kalau ujian terus. Sekarang tugas PSSI bagaimana menambah pelatih. Kalau perlu Menpora baru bikin anggaran untuk para pelatih berlisensi C dan B gratis bila mau pendidikan ambil lisensi yang lebih tinggi. Kalau peduli dan memang ingin lolos ke Piala Dunia.

Sekarang sebenarnya, kalau kita sepakat, cara bermain u-19 itu menjadi trademark atau identitas permainan sepakbola indonesia. Kita harus uraikan lho, dengan  identitas begitu, profil  pemain yang dibutuhkan harus begini. Kanan luar profilnya ini, kiri luar profilnya seperti ini, striker seperti ini, penjaga gawang ini, bek kanan seperti ini, gelandang begini, holding midfieldernya profil begini.

Jadi, profil yang kita bikin itu, diterjemahkan dengan  kurikulum. Untuk  membentuk profil ini, ini kurikulumnya. Sampai ke silabus untuk para pelatih. Contoh seperti yang saya rasakan sekarang. Indonesia kalau pressure tinggi, kesalahan sudah banyak.

Berarti perbanyak nanti passing supportnya. Kalau perlu jam pembelajarannya dominan itu. Kan itu yang kurikulum dan kurikulum tidak konstan lho. Bisa saja 5 tahun ke depan, level kita lebih tinggi, kurikulumnya pun jangan main passing support lagi. Nah ini yang akan saya bikin rencana sama teman-teman, mau bikin kurikulum.

Klub Spanyol sudah mengikuti kurikulum yang ada di sepakbola Spanyol dan itu jadi kewajiban pembinaan usia muda, mereka bikin profil untuk yang begitu. Kurikulum yang mau diterapkan di sekolah sepakbola (SSB). Kalau kita kan masih mengenal SSB, kalau di luar kan tidak ada SSB. Adanya akademi klub-klub. Akademi klub juga dibagi dua, akademi yang pemain-pemain terbaik dan soccer school, itu yang hobi.

Apa rencana Anda ke depan?

Mungkin, dalam waktu dekat ikut kepelatihan. Rencananya di Spanyol. Waktu saya datang ke sana (Tur Spanyol), saya komunikasi lewat e-mail, komunikasi dengan Valencia, komunikasi dengan Barcelona, Real Madrid, dan orang yang pegang usia muda di situ. Saya ngomong ke dia, mungkin nanti setelah Piala Asia saya datang lagi ke sini. Dia welcome dan dia fasilitasi. Tempat, semua dia fasilitasi. Itu penyegaran, tapi kalau ada program lisensi kan saya bisa ikuti.

Saya juga dapat tawaran dari beberapa klub besar. Namun, saya tidak terlalu bangga bila disodorkan kayak begitu. Kalau saya ingin tenang, saya ambil saja. Bisa dapat Rp1 miliar atau Rp1,5 miliar. Tanggung jawabnya hanya melatih orang yang sudah pandai main bola. Saya bukan sok idealis, saya memang peduli dengan sepakbola Indonesia usia muda. Jangan juga menyalah-nyalahkan PSSI,  Indra Sjafri dipecat. Menurut saya itu hal tetek bengek banget. Orang-orang tahu kok  saya sudah punya kiprah di tim nasional dan ada hasilnya.

Ke depan saya juga ingin buat akademi. Nama akademinya tidak pakai Indra Sjafri. Nanti saya kecelakan bikin amoral kan, repot jadinya. Saya sudah bikin, yayasan. Sudah siap, sponsor sudah ada. Sport centre-nya di Bontang, kantornya di MTA. Saya dikasih gratis begitu saja sama orang, sudah selesai kantornya. 

Rangking FIFA: Posisi Indonesia Makin Merosot

Indra Sjafri bersama VIVA.co.id

Kenapa di Bontang, tidak di daerah lain?

Karena itu yang dikasih. Saya dikasih hibah tanah 30 hektar, maka saya imbau kalau ada sponsor-sponsor, jangan cuma ngomong doang perusahaan-perusahaan besar itu. Mau masuk Piala Dunia, suruh bantu nggak mau.  

Apakah Anda akan tetap blusukan dalam mencari pemain?

Jangan dipikir pelatih itu harus blusukan. Saya pakai sistem blusukan, karena saya tidak sabar menunggu. Itu bukan tugas pokok pelatih tim nasional. Harusnya talent scout daerah. Sekarang sistem itu yang tidak berjalan, makanya kita blusukan. Mencari sendiri. Tapi memang, seni mencari pemain itu kan berbeda.

Scouting semua, belum tentu yang dipilih itu masuk kriteria kita. Pelatih memilih langsung itu lebih bagus, tapi kalau pilihan awal, kan tidak apa-apa. Indonesia sebesar ini. Saya yakin, orang yang  lebih bagus dari Evan Dimas itu masih banyak di Indonesia. Percaya tidak? Cuma belum ketemu saja.

Beberapa pemain Anda saat ini tengah dipanggil memperkuat Timnas senior, bagaimana tanggapan Anda?

Saya sering berkomunikasi dengan Alfred Riedl (pelatih timnas senior). Kalau Riedl saya pikir pelatih yang sudah paham Indonesia. Bagaimana dia saling respek dengan sesama pelatih, dia sudah paham. Sangat bagus. Tapi, kan kalau bagi saya, untuk tim senior sekarang, tentu sudah mentok. Untuk bicara dunia, sulit.
 
Peluang timnas di AFF, ya karena persiapan kurang maksimal, ada terpotong-potong, kompetisi terpotong pemilu, puasa, Riedl pasti pusing. Karena setiap pelatih kan punya periodisasi, kalau sisa setahun dia bikin setahun periodisasinya, kalau 6 bulan dia buat 6 bulan, kalo 3 bulan dia buat 3 bulan. Ini mau bikin apa periodisasinya.

Ini kumpul 10 orang, kemudian bubar lagi. Tapi, kan kalau senior sudah ada dalam aturan statuta, pemain wajib masuk TC itu kan paling 2 minggu. Tapi, kan biasanya ada penyiasatan, seperti Jerman, pemain tim nasionalnya ditumpuk di Bayern Munich atau Hamburg. Pelatihnya Munich pun dicari yang bagus. Makanya kita juga harus tiru.

Itu sebabnya, pemain Timnas U-19 ditumpuk Pak La Nyalla (Ketua BTN) di Persebaya Surabaya. Kan ada yang bilang, nanti kalau pemain Timnas U-19 sudah main di Persebaya, bakal ramai. Tapi, saya becandain, kalau bukan saya yang di pinggir lapangan, gak bakal rame. Makanya buru-buru kontrak saya. (sembari tersenyum).

Saat Anda diberhentikan, banyak orang yang menaruh simpati sampai-sampai menjadi trending topic di Twitter, tanggapannya?

Tapi, kan bersimpati saja tidak cukup. Ayo kalau yang bersimpati, saya punya akademi, bantu dong Rp10 miliar masing-masing. Ada nggak duit segitu, kan tidak hanya simpati begitu saja. (sembari tertawa)

Apakah Anda kecewa diberhentikan sebagai pelatih Timnas U-19?

Kan tidak harus di PSSI. Federasi hanya secuil dari semua kegiatan. Sudah banyak orang yang peduli dengan usia muda. Sponsor juga lho, sudah melirik usia muda. Sayang, kalo itu tidak dikemas dengan baik. Kalau mau senang, saya tanda tangan saja empat musim dengan klub. Tapi, saya ingin bermanfaat untuk orang lain. 

Lihat berita menarik lainnya klik di sini

Deretan Musisi Indonesia yang Awet Muda di Usia 40an
Pemain Timnas Argentina

Rangking FIFA: Argentina di Puncak, Indonesia Makin Anjlok

Argentina menggeser Belgia di rangking teratas dunia.

img_title
VIVA.co.id
7 April 2016