Isu Mendesak yang Harus Diselesaikan Menkominfo Baru

Mantan Direktur Utama Indosat Mega Media (IM2) Indar Atmanto
Sumber :
  • ANTARA/Rosa Panggabean

VIVAnews - Presiden Joko Widodo masih menggodok beberapa kandidat menteri yang akan masuk dalam kabinetnya. Saat ini, presiden asal Solo itu tengah menunggu rekomendasi ulang nama menteri dari Komisi Pemberantasan Korupsi serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Suzuki Sediakan Aksesori Resmi Jimny 5 Pintu, Ini Daftar Lengkapnya

Khusus untuk pos menteri komunikasi dan informatika yang juga masih belum pasti mengarah ke satu nama, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Samuel Abrijani Pangerapan tak mempermasalahkan siapapun yang menjadi menkominfo.

"Kami tak mendikotomikan masalah orang partai atau dari industri. Tapi menterinya harus paham dengan industri. Sebab tantangan di industri ini berat," ujar Samuel kepada VIVAnews, Rabu 22 Oktober 2014.

Ia menegaskan tantangan yang dihadapi pada bidang telekomunikasi adalah kepastian hukum penyelenggaraan internet. Hal ini merujuk pada kasus kerjasama IM2 dan Indosat, yang menyeret mantan Direktur Utama PT IM2, Indar Atmanto. Pada tingkat kasasi, Indar masih dinyatakan bersalah dan kini mendekam di LP Sukamiskin Bandung.

"Penyelesaian permasalahan hukum diberesin, kasus Pak Indar harus memberi kepastian hukum bagi pelaku internet," ujar Samuel.

Hal mendesak kedua, yang harus diselesaikan menkominfo ke depan, lanjutnya, adalah penataan frekuensi pada alokasi 2,3 Ghz.

Untuk diketahui sesuai keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika beberapa waktu lalu, pemerintah menetapkan pada migrasi di 2,3 Ghz, Smart Telecom mencapatkan alokasi spektrum 30 Mhz, padahal pada 1900 Mhz, Smart Telecom mendapatkan alokasi 13,75 Mhz dengan rincian 2x6,875 Mhz.

APJII memprotes kebijakan pemberian alokasi ke Smart Telecom pada frekuensi 2,3 Ghz, yang tanpa melalui mekanisme pemain yang sudah ada di 2,3 Ghz sebelumya. Belum lagi APJII mempersoalkan jumlah alokasi pita lebar yang berbeda.

"Pemain yang ada di 2,3 Ghz saat ini saja dapat alokasi 15 Mhz dan itu dulu ditender, terus kenapa ini (Smart Telecom) dapat 30 Mhz?" kata dia.

Samuel juga menyesalkan bila keputusan migrasi Smart Telecom itu tanpa melibatkan para pemain 2,3 Ghz. "Permen frekuensi 2,3 Ghz ada ketidakkonsistenan dan sedang digugat," kata dia.

Cepat tanggap

Alasan Negara Arab Lebih Pilih Dukung Israel daripada Iran, Khawatir Perang Makin Luas

Sementara mantan Ketua Indonesia Mobile and Online Conten Provider Association (IMOCA) A Haryawirasmo meminta menkominfo baru agar mendukung industri teknologi dan telekomunikasi agar berkembang.

Harya mengatakan pemerintah harus cepat tanggap dengan perkembangan teknologi yang sangat dinamis. Ia mengharapkan pemerintah secara teliti dan cermat merespons perkembangan tersebut.

"Sebelum membuka peluang (teknologi), sebaiknya pemerintah, harus membahas dulu aturannya. Jangan dibuka dulu, baru peraturannya belakangan. Dengan cara yang sudah-sudah, akhirnya nggak bisa dikejar," jelas Haryo yang pernah menghadapi matinya industri konten usai , beberapa waktu lalu.

Tak jauh berbeda, anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono kepada VIVAnews, menyoroti beberapa hal penting, yang harus segera dlakukan menkominfo baru.

Menurut Nonot, pemerintah harus segera mengoptimalkan program universal services obligation (USO) telekomunikasi. "USO harus ditaruh sama pentingnya dengan industri komersil," jelas Nonot.

Ia berpendapat, USO penting sebab akan fokus untuk membangun infrastruktur daerah nonkomersil. Berbeda dengan daerah komersil yang sudah dibangun oleh swasta dan BUMN.

Nonot kemudian mengaitkan dengan program Nawacita yang diusung Jokowi-JK.

"Kalau nggak (optimalkan USO), kan ada Kartu Sehat, Kartu Pintar, semua ada di Nawacita. Padahal mereka (sasaran program) ada di desa. Nah caranya menjangkau melalui program USO," terang dia.

Tata industri telekomunikasi

Pemain MU yang Tak Diinginkan Jose Mourinho Masih Ada Sampai Sekarang

Selanjutnya, perbaikan program USO hendaknya diiringi dengan perbaikan pada bidang telekomunikasi, khususnya penataan telekomunikasi komersial supaya lebih efisien.

"Ini termasuk penataan frekuensi supaya tak berebutan antara penyiaran dan telekomunikasi," katanya.

Terkait figur menkominfo, bagi Nonot sama dengan yang disampaikan Samuel. Ta tak mempermasalahkan menkominfo berasal dari latar belakang manapun, baik dari parpol, industri maupun dari BUMN. Nonot menekankan figur menkominfo adalah orang yang benar-benar paham persoalan industri telekomunikasi. "Dan tahu akan di bawa ke mana industri ini," kata Nonot.

Mengenai cara rekruitmen kandidat menteri yang dilakukan Jokowi, Nonot menilai hal itu sebagai sebuah konsekuensi dan wajar. Sebagaimana diketahui, untuk mengantongi nama menteri, Jokowi meminta rekomendasi dari KPK dan PPATK.

"Itu wajib agar mendapatkan orang yang berintegritas. Meski itu, tak ada hubungannya dengan kompetensi seseorang," ujarnya.

Lebih penting lagi, Nonot mengingatkan kepada Presiden Jokowi, agar selektif memilik pembantu di pemerintahan.

"Orang baik saja nggak cukup. Butuh orang yang mampu, yaitu cirinya orang yang tahu persoalan yang dihadapi dan tahu bagaimana menyelesaikan persoalan itu," katanya.

Sebelumnya, beberapa nama sempat kandidat muncul untuk menduduki kursi menkominfo, mulai dari kalangan industri telekomunikasi, BUMN sampai parpol.

Nama yang disebut-sebut menduduki menkominfo adalah Ferry Mursyidan Baldan (parpol/Parpol Nasdem), Nezar Patria (Dewan Pers), Onno W Purbo (Praktisi IT), kemudian belakangan muncul nama kuat R Niken Widiastuti (Dirut RRI), dan Rudiantara (industri).

(ita)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya