Kepala BKPM M. Chatib Basri

"RI Tak Bisa Andalkan Keunggulan Komparatif"

Chatib Basri, Kepala BKPM
Sumber :
  • reformed-crs.org

VIVAnews – Ekonom M. Chatib Basri pekan lalu diangkat oleh Presiden Susilo Bambang Yudhono menjadi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menggantikan Gita Wirjawan yang sudah menjabat sebagai Menteri Perdagangan.

Waktu Idel untuk Kencing Setiap Hari, Laki-laki Harus Tahu Agar Prostat Tetap Sehat

Chatib meluangkan waktunya untuk diwawancarai VIVAnews.com sehari sebelum dilantik, Rabu, 13 Juni 2012, pekan lalu. Berikut petikannya.

Kapan Anda mengetahui akan dijadikan Kepala BKPM?
Beberapa hari yang lalu. Saat saya masih ada pekerjaan di Harvard, Amerika.

Gus Miftah Curiga Jokowi Pilih Bahlil Lahadalia Jadi Menteri Karena Lucu, Bukan Prestasi

Siapa yang menghubungi Anda?
Memang perlu saya jawab ya … pertanyaan ini … hahaha.

Yang menghubungi Menteri Sekretaris Negara, Sudi Silalahi?
Ya benar.

Advokat Arif Edison Divonis 1 Tahun Penjara, Ini Tanggapan Jhon LBF dan Machi Achmad.

Anda kaget?
Kaget enggak ya…hahaha biasa saja.

Anda dulu pernah disebut-sebut sebagai calon Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas. Jabatan ini sesuai ekspektasi Anda?
Anda kan tahu teman-teman wartawan terlalu baik sama saya. Jadi setiap menjelang pemilihan anggota kabinet nama saya selalu dimasukin di berita.

Begini ya kalau kita ngomong soal kerjaan, di mana kita bisa memberi kontribusi ya … kita akan memberikan kontribusi semampunya.

Kan sekarang ini dunia memasuki situasi yang agak kritis. Kita lihat apa yang sekarang terjadi di Eropa, kemudian di Yunani dan sebagainya. Imbasnya pasti ke semua negara, dan ini bukan hal mudah. Nah, kalau kita bisa melakukan sesuatu, kan luar biasa. Ini tantangannya, menarik.

Investasi di Indonesia pasti akan terpengaruh. Di sisi lain kita juga harus mengakui iklim investasi di sini belum sempurna, masih banyak keluhan di sana-sini. Jadi, paling tidak, kita harus katakan secara jujur kepada investor memang ada masalah-masalah, tetapi kita sudah ketahui cara mengatasinya. Jadi saya lebih melihatnya kepada hal-hal seperti itu.

Latar belakang Anda adalah ekonom, khususnya ekonomi makro, sementara jabatan sebagai Kepala BKPM lebih bersinggungan dengan ekonomi mikro. Bagaimana menurut Anda?
Saya tidak melihat hal itu sebagai persoalan ya. Karena saya juga pernah bekerja di sebuah perusahaan. Bahkan saya juga pernah duduk sebagai advisor Toyota Global, khususnya berkaitan ke mana investasi akan mereka lakukan. Jadi kalau dari sisi itu saya kira tidak ada masalah.

Program jangka pendek Anda di BKPM apa?
Tentu tidak etis kalau saya ngomong kebijakan sekarang ya, karena belum dilantik, tentunya saya juga harus berbicara dulu dengan para pejabat BKPM.

Intinya adalah bahwa saya melihat iklim investasi di Indonesia masih persoalan.

Kita lihat misalnya ranking Indonesia di World Economic Forum. Saya kira isu-isu seperti itulah yang perlu diperhatikan. Soalnya, masih banyak yang menganggap BKPM hanya semacam salesman. Saya kira tidak sepenuhnya benar, sebab dari tugasnya juga ada fungsi perencanaan dari sisi investasi.

Jadi, menurut saya, sales penting tapi perencanaan investasi juga penting, khususnya yang berkaitan dengan iklim investasi.

Data-data rencana investasi di BKPM terkadang jauh berbeda dengan realisasinya. Bagaimana cara mengurangi perbedaan itu?
Begini ya, penyebabnya macam-macam. Antara lain misalnya, ada pengusaha berencana bangun pabrik, nah pada tahun pertama dia hanya membebaskan lahan dulu, kemudian tahun berikutnya baru pabriknya dan seterusnya. Itu menyebabkan seolah berbeda antara rencana investasi dan realisasinya. Hal lain, pengusahanya memang benar-benar membatalkan investasi.  Masalah-masalah seperti inilah yang memang harus kami bereskan.

Indonesia masih membedakan kebijakan terkait foreign direct investment dan portfolio investment, padahal faktanya saat ini semakin susah membedakan keduanya. Misalnya, investor membangun pabrik, bisa saja uangnya berasal dari pasar modal, pasar uang dan pasar utang. Menurut Anda bagaimana?
Saya suka pertanyaan ini. Ini adalah fenomena, kalau dulu orang berpikir konvensional, soal itu dibagi dua saja, foreign direct investment dan portfolio investment.

Tapi sekarang orang kan bisa investasi langsung dengan cara mengakuisisi perusahaan. Jadi dia tidak bangun pabrik tapi beli saja sahamnya.

Seperti yang saya bilang bahwa orang selalu beranggapan bahwa BKPM adalah sales. Tetapi dengan fenomena seperti itu, situasi sudah berubah. Jadi, yang penting adalah bagaimana koordinasinya dengan institusi-institusi keuangan.

Saya sepakat dengan Anda bahwa ini masalah penting. Selama ini orang selalu hanya melihat, ini investasi PMA (penanaman modal asing) atau investasi PMDN (penanaman modal dalam negeri). Padahal situasinya sudah berubah. Jadi pendekatan kebijakannya tidak bisa lagi, orang ini masuk pakai skema PMA, maka harus begini begitu.

Padahal masuknya modal bisa pakai rights issue dan berbagai instrumen lain. Di sini akan sangat kelihatan pentingnya koordinasi BKPM dengan lembaga-lembaga lain yang berwenang mengatur institusi-institusi keuangan.

Artinya Indonesia perlu mengubah cara mengelola data soal investasi langsung dan investasi portofolio agar lebih menggambarkan keadaan yang sebenarnya?
Saya tidak akan menjawab, saya hanya bilang terima kasih. Karena ini persis yang ada dalam pikiran saya. Sekarang ini fenomenanya memang lain, sudah beda dengan cara yang kita pakai sejak tahun 1967 lalu. Artinya, pendekatannya memang sudah harus berubah.

Bagaimana dengan fenomena begitu dominannya aliran dana dari luar negeri dalam bentuk “hot money”, menurut Anda selalu buruk buat perekonomian?
Buat saya sih pragmatis sajalah, yang penting asal “hot money” tersebut bisa di-channel. Artinya kalau uang itu hanya melulu di parkir di pasar uang, perekonomian bisa jadi “bubble”.

Menurut saya investasi yang paling bagus adalah investasi di pasar modal, ini cara yang paling demokratis. Jadi kalau perusahaan membutuhkan dana tidak hanya tergantung pada perbankan, dia bisa masuk ke pasar modal, pasar utang dan berbagai instrumen yang lain.

Hal ini memang harus dilihat bersama-sama, karena wewenangnya ada di institusi lain. Tapi yang dibutuhkan sebenarnya kan sederhana, hanya perlu bicara.

Menurut Anda, perlukah semacam benchmarking bagi BKPM, khususnya jika dibandingkan dengan lembaga sejenis di negara tetangga, mengingat dari zaman Orde Baru belum tampak perubahan yang substansial dalam cara beroperasinya?
Begitu ya? Begini salah satu rekomendasi dari Komite Ekonomi Nasional memang menyebutkan perlunya benchmarking dengan internasional. Ini tidak melulu untuk BKPM saja, tetapi semuanya. Tapi ide ini nanti coba kita lihat deh.

Jika melihat dari sisi yang berkaitan dengan ekonomi makro, bagaimana Indonesia harus mengantisipasi dampak krisis di Eropa?
Ini memang paradigma baru ya. Yang jelas suatu negara sekarang tidak bisa mengandalkan hanya semata-mata pada keunggulan komparatifnya pada hal-hal yang bersifat fisik, sumber daya yang tangible seperti tambang batu bara, jumlah manusia yang banyak dan lain lain.

Tetapi sekarang, dan ini sudah mulai terjadi di negara-negara modern sudah berubah pada yang namanya intangible. Aset yang tidak kelihatan. Apa itu? Itu adalah kebijakan yang kondusif.

Saya kasih contoh, Singapura. Negara itu punya apa sih? Yang dia punyai adalah yang tidak kelihatan, iklim investasinya.

Saya tidak akan muluk-muluk, harus segera benahi yang masih menjadi keluhan investor, seperti iklim investasi, kecepatan proses izin berusaha, dan penyederhanaan peraturan dan berbagai proses-proses yang perlu kita perbaiki.

Kita harus akui memang kita belum sempurna, kalau kita sudah sempurna tidak mungkin ada keluhan keluhan lagi yang muncul dari para investor. Kita tutup mata deh kemudian buka koran, maka yang muncul adalah hanya keluhan-keluhan melulu. Jadi itulah PR kita, hal-hal yang harus dibenahi.





Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya