Juru Tagih Terdakwa Pembunuh Irzen Octa

"Tidak Ada Pemukulan Sama Sekali"

Tiga tersangka pembunuh nasabah Citibank, Irzen Octa, yakni A, H dan D
Sumber :
  • Antara/ Dhoni Setiawan

VIVAnews - Kasus tewasnya debitur Citibank, Irzen Octa, akhirnya masuk ke persidangan, setelah kasus ini mencuat 7 bulan lalu. Lima anggota debt collector Citybank kini menghadapi hukuman pidana penjara maksimal 12 tahun.

Kelima terdakwa itu adalah Arief Lukman, Henry Waslinton, Donald Harris Bakar, Boy Yanto Tambunan, dan Humisar Silalahi, Mereka didakwa karena melakukan penganiayaan sampai korban meninggal dunia.

Arief, Henry, dan Donald adalah tiga terdakwa yang bersama dengan Irzen Octa sebelum tewas. Mereka bertemu dengan korban di Ruang Cleo, kantor Citibank di Menara Jamsostek. Henry adalah koordinator lapangan dari PT Taketama Star Mandiri, mitra penagihan Citibank.

Boy menjadi terdakwa karena merupakan atasan dari Arief. Sedangkan Humisar adalah petugas lapangan PT Taketama, orang yang pernah menagih langsung utang ke rumah Irzen Octa.

Henry, Humisar, dan Donald adalah tiga pria yang memiliki badan yang besar. Sedangkan Arief dan Boy memiliki postur badan yang kecil.

Kepada VIVAnews.com, lima terdakwa itu menegaskan tidak pernah melakukan penganiayaan kepada korban. Apalagi melakukan kekerasan saat menagih utang Irzen ke Citibank yang mencapai Rp100 juta itu.

"Dari awal ketemu sih, untuk pembukaan, dia malah langsung memarahi saya. Padahal saya hanya ingin menanyakan niat baik dia untuk membayar utang. Tidak ada maksud lain," kata Arief saat berbincang dengan VIVAnews.com di Rutan Polres Jakarta Selatan.

Arief pun menduga ada rekayasa dalam kasus yang dituduhkan kepada dirinya dan teman-temannya itu. Apalagi pandangan debt collector yang selalu melakukan kekerasan sulit dihilangkan dari pendapat masyarakat. "Padahal kami ingin sekali mengubah paradigma itu. Dan kami tidak pernah melakukan kekerasan saat melakukan penagihan ke debitur," ujar pria bertubuh kecil itu.

Berikut wawancara lengkap wartawan VIVAnews.com, Nila Chrisna Yulika, dengan lima tersangka tersebut.

Bagaimana cerita awal pertemuan dengan korban?
Arief yang mengenakan kaus putih dan celana pendek itu menceritakan:
Dari awal ketemu sih, untuk pembukaan, dia malah langsung memarahi saya. Dia bilang kamu lama banget sih ngapain aja? Saya bilang, tadi ruangan penuh. Lalu dia bilang KTP saya mana? Saya bilang masih divalidasi. Lalu saya tanya maksud bapak ke sini tujuannya apa.

Dia bilang, kemarin ada collector datang ke rumah, saya hargai saja. Makanya saya coba untuk tanya bagaimana pelunasan dari total 10 persen dari tagihan. Saya bilang, selama pengalaman saya harus disetujui dulu sama atasan, karena aku tidak berani untuk menyetujuinya, makanya aku tolak.

Lalu tensi dia langsung naik. Lalu saya kasih solusi, bayar semampunya saja. Ya sudah pak cicil aja berapa. Lalu kita bikin program schedule cicilan buat dia. Tapi dia tidak mau. Saya bilang itu bisa dibicarakan, kan bisa fleksibel. Tapi dia tetap tidak mau. Dia bilang mau ketemu sama Boy, atasan saya, saja. 

Henry yang bertubuh kekar dan berdiri di belakang Arief, menimpali:
Saat itu saya sebelumnya sudah mengenal dia, ketemu di Jamsostek juga. Kebetulan, saat itu saya dan Donald memperkenalkan diri lagi ke dia.

Saat itu, dia marah-marah terus. Sampai teman kami, si Donald, dikatain tidak punya otak. Padahal kami sudah menjelaskan dengan kalem. Kami minta supaya bagaimanalah biar bapak itu menyelesaikan kewajibannya. Karena sudah ditawarkan beberapa sistem agar dia bayar berapapun. Tapi dia marah-marah terus.

Sampai pada akhirnya, dia memegang belakang kepalanya dan mengeluh pusing. Dia minta istirahat dan minta sandaran di bawah. Lalu saya bilang, jangan di bawahlah. Di kursi saja di atas, biar enakan. Tapi dia jawab, enakan begini. Saya mau istirahat. Sejak itu, saya dan Donald keluar dari ruangan itu. Dan saya langsung dapat kabar IO (Irzen Octa)  meninggal dunia.

Lalu saat IO jatuh, apa yang terjadi?
Arief:
Saya yang masih ada di situ langsung kasih dia minum. Saya kasih balsem, minyak kayu putih. Panggil security dan tim kesehatan gedung. Kalau pribadikan saya nggak ngerti masalah kesehatan, saya sudah maksimal, tapi kalau ternyata dianggap itu masih salah saya nggak mengerti.

Saya juga mau melakukan klarifikasi bahwa saat awal-awal diberitakan di media, bahwa tersangka A yaitu saya, saat korban jatuh, saya mengambil telepon selularnya lalu ketawa-tawa. Aduh, seolah-olah itu kejadian yang sebenarnya.

Faktanya, benar saya mengambil telepon selularnya, tapi aku ingin mencari nomor telepon keluarganya. Dan ketika aku dibilang ketawa, kebetulan saat itu ada teman aku lewat tanya kenapa orang itu duduk di situ. Saya hanya bisa diam saja dan tersenyum kecut. Aku harap klarifikasi ini bisa memulihkan nama baik kita.

Henry:
Setelah saya pergi dari ruangan itu, ternyata mendapat kabar dia meninggal. Saya langsung bilang kalau saya siap dimintai informasi dan siap memberikan keterangan. Saya langsung tanya orang Citibank, pada di mana. Katanya lagi klarifikasi ke Polsek. Lalu saya naik taksi dan datang langsung ke Polsek Mampang. Logikanya kalau kami melakukan pelanggaran itu, penganiayaan, yang saya lakukan adalah menyelamatkan diri. Tapi saya kan tidak. Saya datang ke sini.

Dalam dakwaan, ada kekerasan benda tumpul saat perbincangan tersebut, sehingga menyebabkan Irzen Octa meninggal?
Henry:
Tidak ada pemukulan sama sekali. Kami cuma menepuk lengannya saja. Tapi kenapa di dalam dakwaan, menepuk itu dibahasakan sebagai memukul. Padahal kami sudah jelaskan ke penyidik, bahwa kami tidak memukul.

Kemudian, saya dibilang menunjuk-nunjuk korban. Itu tidak benar. Saya cuma menggerak-gerakkan tangan saya saja, tapi dibilang itu menunjuk-nunjuk kepalanya. Jadi memang banyak hal-hal yang ada bahasa-bahasa yang menjebak kami.

Dalam pemberitaan di media juga dibilang kami selalu memojok-mojokkan korban dan ruang Cleo itu sebagai tempat penyiksaan bagi debitur nakal. Padahal, boleh dicek, itu hanya ruang tamu. Dan ruangan itu sudah lama ada sejak Citibank ada di sini. Makanya kemarin saya katakan darimana jaksa dapat menyimpulkan bahwa ruang Cleo itu sebagai ruang interogasi, intimidasi.

Arief menimpali:
Tidak ada pemukulan. Dari pertama dia datang saja sudah membentak-bentak kami. Saya menanganinya sesuai dengan SOP Citibank. Saya cuma bilang, pak mending bayar saja, daripada tagihan makin membengkak. Dia bilang, elu siapa sih, tidak ada urusan sama elu sambil menunjuk Donald.

Ya karena mungkin dipikirnya saya kan orang lapangan. Aku cuma bilang, memang orang lapangan, tapi kita sudah delegasikan dan memang semua ini mereka kita ada secara kontrak. Cuma ngasih pengertian ke Irzen Octa supaya mau diajak bicara juga.

Sejak awal saya bertemu, dia juga selalu memilih bangku yang di pojok. Pertemuan pertama dan kedua, dia selalu pilih bangku itu, di pojok samping kaca. Soalnya di situ view-nya kan bisa langsung ke luar.

Tapi dalam dakwaan jaksa, bahwa posisi duduk itu sudah direncanakan. IO sengaja dipojokkan. Jika dilihat dari posisi duduk korban yang berada di pojok ruangan, itu posisi dia sejak awal datang. Jadi kami hanya mengisi kursi-kursi kosong yang ada di ruangan itu.

Namun, di dakwaan tertulis bahwa kalian melakukan penganiayaan dan menyebabkan korban meninggal?
Henry:
Saya diperiksa jam 12 malam jadi saksi sampai jam 2. Sesudah itu saya tidur di luar, makan pagi masih di luar juga. Naik ke ruang pemeriksaan pas siang, selesai diperiksa saya turun lagi. Pas sore, saya sudah menjadi tersangka. Kasus ini ada rekayasa, sampai 118 hari kasus ini baru bisa P21. Dan itu pun sudah ada beberapa kali pergeseran pasal.

Rekayasa seperti apa?
Henry:
Awalnya, kami disangkakan pasal penganiayaan Pasal 170 KUHP. Mungkin mereka melihat hasil forensik tidak ada penganiayaan. Dan itu berubah setelah ada visum kedua. Nah kami tidak tahu, apakah boleh seperti itu atau bagaimana. Dan visum kedua itu dilakukan 22 hari setelah almarhum dimakamkan, dan hasil visum itu yang dimasukkan dalam surat dakwaan.

Dan ternyata sekarang kami baru tahu, hasil visum pertama dan kedua berbeda jauh. Kami sendiri juga tidak tahu dari mana visum Mun'im Idries itu.

Meski demikian, kami dari awal tetap percaya diri dan yakin kami tidak melakukan hal itu. Meski sebagai collector, tapi saya tahu kok aturan-aturan hukum dan tidak mungkin kami langgar. Pada saat kami baca surat dakwaan saya kaget, ini seperti karangan bebas. Orang nepuk dibilang mukul, orang menggerakkan tangan dibilang menunjuk-nunjuk. Makanya saya tidak mengerti soal itu.

Tapi sekarang kami tahu orientasi mereka uang, gugatan perdata, itu saja. Ya cuma kita coba hasil ambil positifnya dengan adanya seperti ini, ini menandakan ketidakjelasan kasus ini. Kejelasan mengenai kasus ini seharusnya nggak perlulah seperti ini. Yang nggak ada di TKP juga ikut ditahan.

Arif menimpali:
Kalau dari pengusutan kasus ini yang mereka namakan kriminal umum kenapa lama sekali. Kami hampir 118 hari dan baru bisa di P21-kan. Sedangkan sidangnya juga lama ini hampir 7 bulan kok baru sidang ketiga.

Ya kalau dibilang orientasinya ada duit sih aku juga bisa setuju juga sama Henry. Karena kalau yang dibilang almarhum yang bilang Citibank tidak minta maaf, tidak mencoba menyelesaikan dengan materi. Padahal, setahu aku, mereka sempat bertemu. Mereka bilang memang suami saya sakit, tapi dia bilang kalau tidak ada suami saya pasti anak saya sudah kuliah.

Citibank justru menawarkan akan menanggung anaknya sampai selesai kuliah dan kalau mau bekerja di Citibank siap ditampung. Tapi tawaran itu tidak pernah ditanggapi dan mereka tidak bisa ditemui.

Kasus Pemerasan Firli Bahuri Mandek, Kombes Ade Safri: Pasti Tuntas

Anda bekerja sebagai debt collector yang selama ini dianggap sebagai pekerjaan yang kejam. Bagaimana menurut anda?
Henry:
Iya itu kan image orang. Kami tidak mau menyalahkan ada pandangan seperti itu. Tapi saya menilai justru cara-cara seperti itu tidak akan efektif. Karena nantinya justru tidak akan ketemu permasalahannya.

Justru selama pengalaman saya dan bekerja untuk Citibank ini, saya selalu menanamkan kepada teman-teman di lapangan jangan sampai melakukan pelanggaran hukum. Andalkan komunikasi, negosiasi. Karena saya sendiri sebelum jadi koordinator pernah di lapangan selama 3 tahun. Saya tidak pernah berantem dengan nasabah. Makanya saya selalu tekankan ke teman-teman jangan sampai melakukan kekerasan agar tidak berurusan dengan penegak hukum.

Lalu bagaimana anda menangani nasabah yang bandel dan tidak mau bayar tagihan?
Henry:
Kalau yang namanya bandel, kami juga tidak mungkin melakukan kekerasan. Yang namanya nasabah keras, kita tidak mungkin keras juga. Kita berpikirnya nanti nggak akan ketemu, kita lebih mengandalkan negosiasi. Kita lebih menekankan tentang tanggungjawab dia untuk membayar. Karena dia manusia yang punya hati pasti malu kalau tidak membayar.

Tapi banyak sekali debt collector yang datang ke rumah dan langsung marah-marah?

Uruguay dan Indonesia Jajaki Kerja Sama Jaminan Produk Halal

Henry:

Kalau di kami tidak seperti itu. Bahkan saya berfikir, biasanya justru nasabah yang marah-marah terlebih dahulu. Kalau saya cerita ini pasti banyak yang tidak percaya. Tapi faktanya seperti itu. Ya mungkin asumsi setiap orang kan berbeda-beda. Dan kalau mereka sudah marah-marah ya sudah kita pulang saja. Itu yang selalu saya tekankan kepada teman-teman. Standar perusahaan kami juga tinggi. Makanya waktu teman-teman tahu ada kasus ini ya mereka kaget.

Arief:
Paradigma masyarakat tentang kami debt collector yang melalukan premanisme, anarkis tidak bisa disalahkan. Tapi biasanya, pengalaman aku, itu untuk penagihan utang pribadi dan bukan yang profesional.

Di Citibank, penjaringan debt collector itu ketat sekali, harus ada SKCK, lalu apakah pemilik perusahaannya pernah ada urusan hukum. Dan selama ini di Citibank tidak pernah ada customer yang komplain dengan cara kami ini, karena memang tidak ada hal seperti itu.

Ada pembelaan bagi kasus kalian?
Arief:
Selama ini di media kan selalu yang lebih ditonjolkan itu dari sisi istri almarhum saja. Aku pernah baca di media elektronik, dia bilang saya juga bingung harus mengadu kemana lagi. Kenapa kasus suami saya tidak disidang-sidangkan, terkatung-katung begini. Kamipun merasakan hal seperti itu. Kapan kami diadili untuk memperoleh kejelasan. Kami di sini bukannya merasa enak, bukan istrinya saja yang merasakan itu, kami di sini juga.

Saat wawancara, terdakwa Boy ikut bergabung. Boy yang berperawakan kurus itu mengenakan kaus putih dan celana pendek.

Bicara soal korban, kami pribadi berlima percaya bahwa yang namanya korban meninggal itu karena sudah takdir Tuhan. Tidak ada intervensi kami dan kami harus masuk penjara. Itu membuktikan bahwa kami taat hukum, kami akan tunjukkan kebenaran, yang akan kami terima nanti.

Dan bicara soal korban, istrinya Ronaldi juga korban, setiap keluarga akan mengalami kehilangan keluarga, tapi janganlah ini direkayasa untuk mengambil keuntungan materi. Logika aja, dia tahu suami sakit, kok mau didramatisir untuk kepentingan sekedar uang aja yang dikejar. Itu adalah opini dari perguliran hukum yang kami terima, uang kami lihat.

Kalau bicara korban, kami berlima korban, keluarga kami korban, mana yang lebih banyak? Kalau bicara fakta, dan keluarga mereka bukan korban, mereka hanya ingin mengejar materi.

Ini bicara hidup, saya dibesarkan dengan orang tua yang single parent, waktu saya masih SD. Nah anaknya ibu itu sudah SMA dan relatif sudah dewasa. Ini suatu yang nggak manusiawi lah kalau tujuannya hanya uang. Mungkin sebenarnya masyarakat awam perlu mengetahui, ini 7 bulan baru sidang inikan pantas dipertanyakan. Ini kasus yang sedemikian sulitkah. Atau bagaimana tapi ternyata dari pihak kepolisian atau kejaksaan juga entah mereka dapat bisikan dari siapa untuk kemudian diputarbalikkan.

Arief sejak bulan pertama istrinya hamil sampai sekarang mau melahirkan, tidak pernah menemani. Kalau ibu Esi Ronaldi adalah seorang perempuan yang pernah mengandung dan melahirkan pasti akan tahu perasaan istrinya Arief seperti apa.

Humizar baru menikah Januari 2011. Baru dua bulan tiga bulan sudah ditinggalkan. Henry harus kehilangan orang tua tanpa dia bisa melayat.

Tapi ya semoga ke depannya hal baik selalu berbuah baik. Jujur saja, ini semua pasti ada hikmahnya. Saya juga berharap di dunia collection juga semoga ada perbaikan. Tapi apakah kami yang harus dikorbankan. (eh)

Momen Presiden Joko Widodo jadi Saksi Nikah Anak Wamenaker Afriansyah Noor
Nikita Mirzani

Nikita Mirzani Beberkan Pemicu Kandasnya Jalinan Asmara Hingga Soal Kesetiaan

Nikita Mirzani bercerita mendapatkan kekerasan baik secara fisik maupun mental dari sang mantan kekasih.

img_title
VIVA.co.id
20 April 2024