Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo:

"Dalam Tiga Tahun, Jawa Tengah Akan Berubah"

Ganjar Pranowo
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVAnews - Ganjar Pranowo dilantik menjadi Gubernur Jawa Tengah menggantikan Bibit Waluyo pada hari ini, Jumat, 23 Agustus 2013. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini meraup lebih dari 48 persen suara di Pemilihan Kepala Daerah Jawa Tengah 26 Mei 2013 lalu.

Apa rahasia kemenangan Ganjar yang berpasangan dengan Bupati Purbalingga Heru Sudjatmoko itu? Mengapa PDIP lebih memilih mengusungnya daripada Rustriningsih?

Marah Anggotanya Disiksa, ISIS Rilis Video Ancam Bunuh Presiden Putin: Berhenti Siksa Anggota Kami!

Apa yang akan dilakukan pria kelahiran 28 Oktober 1968 ini nanti setelah terpilih? Bagaimana Ganjar membayangkan Jawa Tengah tiga tahun setelah dipimpinnya?

Untuk itu, jurnalis VIVAnews Arfi Bambani Amri dan Eka Permadi mewawancarai khusus politikus yang selama ini malang melintang di Komisi II DPR menangani isu pemerintahan itu di rumah dinasnya, di Kalibata, Jakarta Selatan. Ganjar yang sejak kuliah di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada bergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) itu bercerita, sebelumnya tak pernah terbersit akan menjadi Gubernur Jawa Tengah.

Berikut wawancara lengkapnya:

Taufiq Kiemas menyatakan modal elektabilitas Anda hanya 7 persen tapi hasilnya kinclong sampai 45 persen? Bagaimana ceritanya?

Menakar Peluang Timnas Indonesia Lolos ke Piala Dunia 2026, Ada Berapa Tahap Lagi?

Saya menang 48,42 persen. Ya, sayangnya tidak ada survei exit poll, para polster itu belum mengeluarkan. Saya masih menunggu exit poll, agar akurasi keilmuannya bisa dipertanggungjawabkan. Waktu Jokowi di DKI, ada exit poll. Ada dua lembaga satu LSI dan Kompas. Di Jateng tak ada. Jadi saya rasa kurang akurat.

Cuma saya merasakan saja apa yang bisa bikin saya menang. Pertama, saya mendongkrak media. Pada awal tidak mudah. Media punya strategi sendiri sejak awal, kita berbeda beda. Saya ‘menjual diri’, sampai kemudian meyakinkan.

Saya road show ke media, kampus, dan kelompok masyarakat yang bisa mempengaruhi orang dengan pikiran dan sikap politik saat kita bertemu. Memang saat saya visit media, mereka bertanya.  Begini dan begitu. Saya siapkan jawaban verbal termasuk berbagai kelompok yang melihat latar belakang dari keluarga sampai hobi.

Kedua, pada perjalanannya relawan mendorong dengan sangat luar biasa. Partai hanya komando. Ketika dipastikan Ganjar jadi calon, partai di daerah yang diperintahkan untuk bergerak di semua wilayah. Itu sesuai putusan untuk bergerak hingga teritori mereka di tingkat desa.

Pertautan dengan marketer saya tidak nampak. Mereka yang menjadikan saya seperti saat ini. Tidak seperti relawan Jokowi yang nampak di permukaan, mereka para marketer bekerja dan bergerak hingga ke rumah rumah. Itu proses menawarkan saya hingga akhir.

Kemenangan Ini hasil kerja siapa, partai atau relawan?

Para marketer ini tentunya. Ini proses kerja para relawan.

Tendangan luar biasa adalah debat publik di tvOne. Itu boosting luar biasa. Popularitas dan elektabilitas saya meningkat.

Tahu dari mana efek televisi itu?

Pascadebat itu kami survei. Kami tahu hasilnya dari survei. Survei tiap minggu. Itu jadi modal turun ke bawah, ke pasar, ke kampung dan banyak tempat. Dari situ jadi menarik. Saat turun ke bawah banyak yang bertanya, “Wah, Bapak toplah di TV”. Itu jadi menarik buat saya.

Saya juga bertanya balik, “Apa yang top?” Mereka jawab, “yang lain begitu saja tak bisa jawab, Bapak bisa jawab”.

Pembakar Al-Quran Salwan Momika 'Diusir' dari Swedia, Kini Pindah ke Norwegia

Dari sini kita bisa lihat persepsi orang nonton macam-macam. Kalau menengah ke atas pasti ngomong data. Yang lain beda. Penonton Ini politainment, politik entertaiment.

Saya terkejut dari debat ini hasilnya justru mencuat tinggi. Biasanya mempengaruhi hanya sekitar 6 persen, tapi untuk di Jateng kayaknya lebih. Saya tak tahu angka persisnya. Saya berharap ada exit poll.

Bukan faktor ganteng?
 
(Ganjar tertawa.) Bisa saja, meski ini subjektif. Orang bisa lihat saya menyanyi. ‘Oh suka nyanyi juga toh’. Saya ikut salawatan, ‘oh dia salawatan juga ya’. Pak Ganjar masuk nelayan mau pegang ikan, bau busuk, itu saya, kata mereka. Ada yang memilih saya atas dasar-dasar ini.

Yang dimaksud mendongkrak media ini apakah iklan atau berita?

Ya keduanya termasuk dari bagian itu. Macam-macamlah. Kita lakukan semua. Semua hasilnya jelas terlihat saat ini.

Apa ada peran pemilih muda?

Ini yang menarik hingga pertengahan waktu kampanye. Satu minggu kampanye, anak muda masih pilih Pak Bibit (incumbent Bibit Waluyo—red). Ini hasil survei internal waktu itu.  Saya heran kenapa anak muda tak pilih saya. Ini aneh. Dari sisi usia ini beda mestinya pilih saya.

Kami buat kelompok baru, untuk segera masuk ke wilayah mereka. Saya turun ke jalan mendatangi kelompok-kelompok ini hingga ke desa, mengundang artis kayak Ahmad Dhani. Saya sapa kelompok kesenian dari yang modern hingga yang tradisional seperti  reog dan kuda lumping. Saya nonton wayangan, acara anak muda yang kontroversial.

Awal saya tak tahu apa ini pengaruh.  Nampaknya mereka terpengaruh. Setelah melihat itu semua dan hasilnya sekarang.

Rasionalitas pemilih Jawa Tengah tinggi?

Jateng sangat rasional. Mereka melihat latar belakang saya dari sisi keluarga, sisi aktivitas kepemudaan, pendidikan dan faktor kelompok nasionalis yang masih kuat di Jateng. Faktor emosional dari PDIP dan latar belakang keluarga istri saya yang santri. Ekspresi kepemudaan saya membantu. Saya kan funky (lalu Ganjar tertawa). Saya tiap hari ke mana-mana pakai jins dan kemeja putih. Dikeluarkan juga bajunya. Saya haha hehe ke mana-mana. Calon lain kan tidak.

Saya tidak pakai kotak kotak. Semua punya cerita dan sejarah sendiri. Itu tidak bisa diulang. Saya pakai gaya sendiri.

[Sejak kemenangan kader PDIP Joko Widodo di Pemilihan Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, pakaian kemeja kotak-kotak yang dikenakan Jokowi itu banyak ditiru calon-calon kepala daerah lain terutama yang disokong PDIP. Salah satu yang memakainya adalah Rieke Diah Pitaloka, calon gubernur Jawa Barat.]

Apa yang membuat Anda berpikir untuk maju di Pilkada Jawa Tengah?

Tak ada (terpikir). Ini perintah partai. Semua murni perintah partai.

Apa ada survei?


Ada. Survei saya kecil, ya 7 persen itu yang dikatakan almarhum Pak Taufiq Kiemas. Saingan banyak dan berat-berat. Nomor satu Pak Bibit, nomor dua Mbak Rustriningsih (Wakil Gubernur Jawa Tengah), dan ada tokoh lain di luar partai. Saya urutannya jauh. Saya itu urutannya belasan.

Bagaimana cerita partai memutuskan Anda yang maju?

Awalnya saya tanya saja (dalam rapat DPP PDIP), ‘siapa yang akan maju di Jateng?’ Pertanyaan ini saya sampaikan hanya untuk persiapan wilayah saja, untuk berbagi tugas seperti di Jakarta. Kami kan harus kerja bareng. Kalau pemilihan kepala daerah dari DPP hingga DPW, DPC bekerja bersama.

Waktu itu kondisi saya lebih siap bekerja menyiapkan daerah pemilihan. Makanya saya bertanya. Kita semua ingin maksimal di Jateng. Kita dimaki orang terus setelah kalah di Jabar dan Sumut.

Jadi saya tak ada persiapan sama sekali untuk maju Pilgub. Kalau dipakai persentase, persiapan saya benar-benar nol persen. Saya tidak buat persiapan karena tidak ada pikiran sama sekali saya akan dijadikan calon gubernur oleh partai.

[Ganjar adalah anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Tengah VII yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara dan Kebumen. Ganjar duduk di Komisi II DPR yang membidangi pemerintahan.]

Pak Bibit dan Rustriningsih sudah dicoret waktu itu?


Belum. Mereka masih calon kuat termasuk perkiraan saya, mereka kok yang bakal maju.

Dalam mengobrol santai, mereka (pengurus PDIP) bilang, ‘Ganjar, kalau di nasional kamu yang kuat. Kalau di daerah, Mbak Rustri yang kuat’. Saya santai saja. Orang ingin jadi gubernur, saya tidak. Saya maju karena saya diperintah partai. Ini mungkin yang berbeda dengan kader lain.

Jokowi juga diperintah?


Coba lihat apa ada kabar sebelumnya Jokowi akan mencalonkan diri di Jakarta? Tidak kan? Tiba tiba muncul. Ini perintah. Saya juga seperti itu.

Menurut saya partai yang benar yang begitu, menunjuk kader buat pemilihan kepala daerah. Tapi bukan berarti saat tidak dipilih kemudian pindah partai. Di sini nomor jelek, dapat nomor bagus di tempat lain, terus pindah partai. Jangan begitulah.

Apa yang diharapkan partai dari Anda maju? Apa perjanjiannya?

Proses panjang ada fit and proper test. Waktu itu saya tanya sana-sini. Jawaban beda-beda. Kemudian saya bertanya sama Mbak Mega. Saya tanya dia karena dia yang tanda tangan surat pencalonan saya. ‘Apa misi yang diembankan pada saya?’

'Satu, Jateng adalah pusat nasionalis, kamu harus jaga itu. Bukan berarti daerah lain tidak.'

'Kedua, jargon yang dipakai Pak Bibit balik deso bangun deso.  Pak Bibit mau juga jalankan itu dari periode pertama, saat didorong PDIP. Aku mau orang desa berdaya, mampu, sejahtera. Sejahtera itu relatif. Ini pencapaian berat.'

Itu yang kemudian jadi pesan politik.

Tak ada pesan untuk menangkan PDIP di Pemilu 2014?

Itu tak ada sama sekali. Saat saya terpilih itu menjadi tugas saya. Itu kewajiban. Itu kesadaran kader, untuk memenangkan partai.

Dulu saya berpikir kalau jadi gubernur itu harus siap modal. Terus harus setor sekian dalam kontrak politik. Ternyata tidak. Jadi saya menganggap ini sungguh sungguh. Saya harus kerja betul. Saya tak punya duit, sama sekali tak punya. Untung mobil saya saja tak sampai dijual.

Kalau begitu dari mana duit untuk kampanye?

Kami patungan, arisan. Ada yang menyumbang kaos dan yang lainnya. Tiap DPD, DPC, dikumpulkan buat mencari duit. ‘Kalau buat ini di daerah ini sanggup, tidak?’ Mereka bilang sanggup, ya sudah jalan. Kami ini kalau tak sanggup biaya sendiri, kami malu.

Ini tradisi lama di PDIP. Publik saja tidak tahu. Waktu dulu Pak Bibit dan Jokowi saja, saya ikut urunan. Malu kita, masa tak bisa biayai sendiri. Saya punya binaan-binaan di Jakarta ini yang bantu Jokowi waktu itu, saya maju di Jateng, mereka juga ikut bantu. Kami patungan semua.

Saya tak menyangka Jateng semaju itu politiknya?

Anda saja yang berpikiran lain terus. (Ganjar lalu tertawa).

Kebanggaan Mega dan PDIP adalah yang maju di Jateng kader sejati. Merah tulen. Mbak Mega kenal saya lama. Dia tahu itu. Makanya dia bangga.

Bahkan kemenangan saya itu mendapat respons secara nasional, setelah PDIP kalah di Jabar, Sumatera Utara, kami waktu itu dicaci-maki terus. Pergunjingan itu jadi motivasi buat kami.

Waktu itu, di Jateng ada tiga pilkada (kabupaten) yakni provinsi, Temanggung dan Kudus. Kami menang semua. Semua di atas 40 persen.  Di Kudus, kami incumbent. Di Temanggung habis masa jabatan. Tiga kali maju, baru kali ini menang.

Ada faktor ‘Ganjar Pranowo’?

Saya tidak tahu, tapi tidaklah. (Ganjar lalu tertawa)

Saya rasa faktor partai penting. Mesin partai bergerak. Dan faktor relawan luar biasa dalam semua kemenangan.  Kalau kami mengkalkulasi, partai maksimal 20 persen. Berarti sisanya relawan dan simpatisan.

Artinya, 2014, optimistis dong PDIP meraih 30 persen di Jawa Tengah?

Optimistis harus. Tapi besaran beda. Keduanya tidak linear. Potensi ada tinggal bagaimana kita mengolah. Makanya kalau ada exit poll, menarik. Akan diketahui pemilih partai A yang memilih saya berapa, partai B berapa, dan seterusnya.  Saat 2014, kemungkinan partai lain yang dukung saya kembali ke partainya. Secara individu saya banyak kenal orang partai lain. Saat saya maju banyak yang telepon mereka dukung saya. Semua yang dukung diam-diam. Buktinya saya menang.

Rencana setelah menang?

Rencana saya sederhana. Setelah ketemu Mbak Mega dan Mas Taufiq, ya jalankan program saja. Tantangan terbesar kemiskinan, pengangguran, infrastruktur, kesehatan dan macam-macam lainnya. Semua berat.

Daya ungkit utama buat saya infrastruktur. Ini hasil dari penelaahan masalah Jateng. Setelah kami telanjangi, posisi masalah ada di desa. Mereka petani dan nelayan.

Kita akan memasuki ASEAN Community, Jateng bisa masuk ke sana. Kita punya nilai kompetitif, kaitan mebel dan industri olahan. Ini yang pemasukannya tinggi.

Pertanian belum. Kita ini punya Brebes penghasil bawang tapi bawang kita impor. Kami fokus proteksi petani lokal. Saya sudah pelajari dan mengobrol dengan petani. Masalahnya panen tidak setiap saat. Saat tidak panen bawang impor masuk dan harga bawang mahal.

Solusinya, kita siapkan gudang penyimpanan buat jaga stabilitas. Saat ini sudah ada empat tapi tidak optimal. Butuh alat menjaga suhu agar bawang awet dan tidak busuk. Ini buat mengatur supply and demand, supaya harga stabil, petani untung. Ini harus diberesi. Hanya bisa diberesi kalau birokrasinya benar.

Kami akan teliti lagi masalah pejabat, kami reformasi birokrasi. Tidak ada lagi titipan jabatan. Kalau perlu saya akan buat lelang jabatan juga, reformasi birokrasi.

Makanya saya sudah minta relawan di Jateng untuk buat Rencana Pembangunan Jangka Menengah. Saya ingin Juli itu sudah ada dengan skala prioritas desa-desa, selain menyiapkan program 2014. Prioritas infrastruktur desa yang kecil-kecil tapi penting, misalnya Jalan desa dan irigasi.

Tak ada program yang mercusuar?

Oh, no. Misalnya tol. Pak Bibit sudah lakukan. Sampai sekarang sudah ada tapi tak bisa dioperasikan. What's wrong?  Boleh yang mercusuar, asal jelas.

Saya sudah banyak ketemu pengusaha dari sebelum pemilihan. Sekarang apalagi tambah banyak yang telepon saya. ‘Pak, kami mau begini, mau begitu.’ Kami tak sanggup. APBD kami kecil. Kami tak sanggup buat yang begituan. Kalau kalian investasi bawa uang sendiri, boleh. Kita lihat mana yang layak dan bisa dikerjasamakan. Selain butuh pemasukan harus ada juga perlindungan bagi masyarakat menyangkut dunia usaha.

Kami saja mau lakukan penghematan dengan mengurangi banyak belanja yang tak perlu. Kami perhatikan banyak masalah. 70 Persen APBD buat belanja pegawai loh. Saya ingin efisien. Misalnya, buat apa rapat mahal kalau cukup telekonferensi. Makanya kami mengelola dengan ketat keuangan.

Kami akan membuat database problem utama semua. Ini keliatan saat debat kandidat, yang lain tak punya data konkret, saya punya. Saat debat kandidat seharusnya mereka menyerang dan gempur saya pakai data. Mereka punya pengalaman, satu incumbent dan satu mantan sekretaris daerah. Saya pemula. Saya tak punya akses, mereka punya. Mestinya mereka bisa gebuki saya pakai data.

Saya juga sudah survei dan kumpulkan data buat melawan. Cuma datanya tak begitu lengkap karena hasil survei. 

Saya coba di sesi terakhir debat bertanya, kalau benar pertanian menurut Anda maju, apa pertanian berpengaruh dominan terhadap kesejahteraan?  Dia (incumbent—red) tak bisa menjawab. Saya tunjukkan data saya. Pendapatan tertinggi itu di sektor olahan, saya tunjukkan data saya. Mereka kok tak punya. Dari situ saya dapat boosting (elektabilitas).

Closing statement, saya tunjukkan, ‘ini grafik APBD yang tiap tahun naik tapi sebagian besar habis untuk belanja aparat, bantuan gubernur dan bantuan sosial sedangkan biaya pembangunan infrastruktur justru tiap tahun menurun. Wajar Jateng tidak membangun’. Dari situ, elektabilitas saya naik terus.

Politik anggaran tak jelas. Pemda hanya mengklaim proyek nasional seperti tol, saya punya datanya. Untuk tol, peran pemda hanya pembebasan tanah,  untuk Pelabuhan Tanjung Mas tidak ada sedikitpun. Bandara hanya perizinan. Untung mereka tak ngotot klaim pembangunan mercusuar itu karena saya siapkan data semua buat blejeti.

Bicara pertanian, lahan pertanian terus berkurang, bagaimana Anda menggenjot pertanian?

Anda benar, kalau lahan terus berkurang. Untuk lahan sempit, kami upayakan pola intensifikasi. Sebenarnya ada undang-undang perlindungan terhadap lahan para petani di mana lahan mereka yang mestinya produktif agar tidak dijual tapi tak jalan. UU khusus pertanian ini disiapkan agar tidak terjadi alih fungsi lahan.

Masalah lahan Ini masalah sosiologis masyarakat dan realita kebutuhan. Sekolah gratis itu cuma ada di TV. Saya masih sering dapat SMS kok, ‘Mas, pinjem duit. Anak saya mau sekolah. Mas, pinjam duit, anak saya sakit’. Ini kenyataan kebutuhan dasar masyarakat belum terpenuhi. Di desa, warga terpaksa menjual aset untuk sekolah dan ujungnya ke kota untuk mengadu nasib karena di kampung tak punya apa-apa.

Saya mau mendatangi Mendikbud nanti. Kemarin ketemu di taman makam pahlawan tapi tak sempat mengobrol. Saya mau tanya langsung, program sekolah gratis bapak itu benaran atau cuma di media saja. Saya mau tabrak kalau yang harusnya gratis tapi tetap bayar. Kalau nanti pemprov harus berkontribusi pada program bolehlah, asal semua sesuai aturan dan tidak membebani APBD.

Sistem pelayanan masyarakat harus jalan tak ada alasan. Sekarang sekolah mahal apalagi sampai kuliah. Anak petani itu hampir tak mungkin kuliah kalau tak menjual aset tanah. Kuliah di kita mahal. Semua pendidikan di kita masuk kategori mahal.

Kita pikirkan itu, bagaimana aset mereka tetap, kebutuhan mereka terpenuhi, untuk pendidikan, kesehatan dan sebagainya.

Bahkan buat menyogok masuk kerja saja mereka harus rela menjual tanah. Saya pernah survei dan tanya langsung, ‘kamu mau tidak ke desa?’. Mereka bilang mau, asal punya penghasilan dan usaha. Terus berapa penghasilan yang kamu ingin biar tetap tinggal di desa? ‘Dua juta’ kata mereka.

Saya bilang oke. Untuk sampai ke penghasilan itu, kamu punya apa? Tak punya apa-apa. Ada yang punya lahan terbatas dan sulit memenuhi keinginan itu.

Kami mengobrol untuk petani apa yang bisa menjadi suplemen untuk mereka agar bisa tetap di desa dan membangun desanya dengan penghasilan yang mereka inginkan. Mayoritas jawaban, peternakan.

Saya sedang siapkan program dampingan untuk mewujudkan ini.  Kami akan kembali mendata semua aset pemerintah dan pengelolaannya, seperti hak girik bagi masyarakat untuk memanfaatkan lahan bengkok milik desa untuk dikelola dengan berbagai tanaman. Kami akan data kembali semua aset yang ada dan menyuruh untuk dikembalikan sesuai fungsinya.

Permasalahan lain adalah reforma agraria. Sampai sekarang belum jalan. Pemerintahanmu itu bohong melulu kalau ngomong reforma agraria. Makanya database target utama program saya. Sistem selama ini tak benar, data banyak tak jelas. Ini terjadi lama, jadi sumber masalah dan sumber jawabannya ada di sini juga.

Contoh di Tawangmangu. Saya kecil di sana tak ada listrik, tak ada air. Terus jadi ada bareng dengan pembangunan sektor wisata Tawangmangu. Setelah sekian puluh tahun, kami ketemu lagi, tanahnya, giriknya itu, sudah alih tangan diklaim perusahaan wisata. Kalau ini benar, zalim ini. Ini tak benar. Makanya biar terang, nanti saya akan coba usut dan urut masalahnya. Kalau benar, saya akan kembalikan tanahnya pada masyarakat.

Tapi maaf, kalau ada yang mengklaim tanah Negara, juga saya tak terima. Saya akan ambil karena itu memang hak negara dan pemerintah daerah. Masyarakat salah itu harus dikasih tahu. Jangan dibiarkan atau dimanfaatkan.

Saya bicara dengan banyak orang mengenai air dan hutan. Kita tak bisa bikin dan memperbaiki irigasi dan sungai tanpa memperbaiki hulunya. Maka hutan harus lestari. Lahan kritis harus segera dikurangi.

Untuk hadapi kemarau, kami siapkan program embung di tiap kampung. Kolam ini yang akan menampung dan sumber air di suatu desa. Ini tadah hujan.

Anda bicara soal industri olahan yang dominan, bagaimana memaksimalkannya?

Tingkatkan kualitas olahan petani. Kalau jual ketela kan cuma Rp2.000 per kilogram. Kalau getuk goreng di Sukaraja Rp11.000. Ini ada gap penghasilan. Bagaimana gap ini tidak terlalu jauh sehingga penghasilan petani meningkat dari hasil olahan mereka. Ini bisa dengan pendampingan.

Pendidikan disesuaikan dengan wilayah prioritas sekolah menengah kejuruan. Misalnya dekatkan SMK pertanian ke wilayah pertanian. SMK kelautan ke wilayah nelayan dan seterusnya sesuai kebutuhan.

Dengan demografi yang ada, idealnya penghasilan petani Rp2 juta. Kepemilikan aset mereka terbatas dan bila dirasionalisasikan, mereka samua tak mungkin dapat penghasilan dua juta rupiah sebulan. Makanya butuh komplemen. Saya sudah mengobrol, sebagian besar mereka meminta peternakan. Sektor ini yang disiapkan untuk mendorong kesejahteraan petani dan nelayan.

Ke depan ini harus sistematis. Pemerintah harus konsisten. Temanggung penghasil tembakau, harus ada SMK tembakau. Biar diprotes mereka  yang pakai alasan kesehatan. Tak lawan semua. Bohong itu. Asing mau monopoli tembakau dan industri rokok kita. Saya tak peduli, petani dan industri rokok padat karya harus hidup. Rokok kita dilinting manual. Rokok putih itu mesin. Bahaya para buruh sektor rokok di Kudus nanti.  Kalau industri rokok kita mati, berapa puluh ribu buruh yang harus di-PHK. Pertanian tembakau dan industri rokok Jateng harus tumbuh biar petani dan buruh makmur.

Korupsi di Jateng kencang. Data Polda Jateng, ada 80 kasus yang ditangani, belum lagi yang kejaksaan dan KPK. Itu bagaimana?


Betul itu, tapi Polda juga buat saya tidak fair, banyak kasus yang tidak ditindaklanjuti. Makanya saya sudah komunikasi dengan KPK, biar turun.

Ada pembicaraan dengan KPK bagaimana kalau kita buat ground research mengenai APBD. Wah saya senang banget ide itu. Apalagi kalau KPK yang mau bantu. Saya telepon Bambang Widjajanto (komisioner KPK—red), saya minta ini sama dia langsung. Ini bagian dari tranparansi anggaran dan clean government. Saya bilang KPK tak usah menangkap-nangkap terus deh. Yok, kita cegah yok. Mereka mau.

Kita siapkan instrumen lain, meningkatkan penghasilan. Kita siapkan tunjangan buat menaikkan penghasilan sebagai instrumen tambahan bagi PNS, biar kerjanya benar. Saya percaya walau diperketat kalau penghasilan kecil akan berupaya untuk mencolong. Itu hukum alam. Kalau sudah dinaikkan masih mencolong, itu kebangetan. Harus langsung ditindak.

Pemda harus punya remunurasi yang jelas. Saya bayangkan untuk golongan yang rendah dengan gaji dan remunerasi mereka bisa dapat Rp5 juta itu cukup.  Kalau masih berani mencopet, kita hardik dengan keras itu. Harus ada efek yang jelas. Kita undang KPK datang. KPK tak perlu ditakuti. Dia bagian dari kita, dia controlling, dan penegakan hukum.

Kebetulan saya dan Pak Heru bukan tipe orang yang suka mewah-mewah. Misalkan golf, saya sampai sekarang tak bisa dan tak suka.

Apa yang Anda bayangkan dari Jateng lima tahun ke depan?

Itu terlalu jauh. Saya ingin pandangan orang sudah berubah di tahun ke-3 (pemerintahan saya) mengenai Jawa Tengah. Saya sudah terima banyak masukan dan keluhan paling banyak infrastruktur, pupuk sudah tidak terlalu sulit, birokrasi sudah mulai mau melayani. Jadi program prioritas saya bisa segera direalisasikan.

Mimpi saya tidak tinggi, saya hanya ingin Jateng lebih berbudaya. Pancasilaislah. Peradaban memandang orang bukan seperti memandang barang. Kita harus perlakukan orang dengan baik.

Tingkat kematian ibu tinggi itu benar. Karena pembangunan tidak merata dan sistem ekonominya. Makanya banyak wilayah minta mekar, Cilacap salah satunya. Bupati atau wali kota tidak bisa menjalankan fungsinya, di mana penyediaan fasilitas puskesmas terbatas. Ini harus diperbanyak.

Saya mau ketemu Menteri Kesehatan minta dokter buat di kampung-kampung. Mereka juga akan dibayar mahal kalau mau melayani maksimal di kampung. Dokter tak mau ke kampung karena jauh, gajinya kecil.

Cerita korupsi itu masalah mental. Semua masalah mental. Kalau semua harus bayar buat sekolah, kerja hingga cari jabatan, ya pasti usahanya mencolong terus.

Saya jadi gubernur saat ini enak. Misinya bukan mengembalikan uang. Misinya politik, mensejahterakan rakyat Jateng. Saat pemilihan di Jateng, kemarin Demokrasi berjalan baik di Jateng. Gontok-gontokan sangat sedikit. (eh)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya